Sabtu, 16 Mei 2015

ILMU SASTRAMANTRA / SIKEP




Oleh. Budi Siswanto
Sastramantra secara harfiyah berarti : Ilmu yang dapat merubah bentuk do’a atau mantra  menjadi sebuah karya seni (sentuhan rohani), yang dilakukan oleh seorang pendo’a, pentawaju ataupun pinisepuh atau pemangku sebuah ajaran adat. Agar menjadikan semuanya selaras, seimbang, harmonis dan sesuai dengan maksud sang Hyang Agung atau Tuhan dan diri si pemakai Sastramantra itu sendiri.

جَعَلَهُ مُوَافِقًا أو مُلائِمًا

Walaupun secara umum, Sastramantra berarti suatu tulisan yang terdiri dari angka-angka atau huruf-huruf yang disusun secara sistematis mengikuti aturan yang telah ditentukan, untuk membentuk pola energy yang diinginkan yang dapat digunakan sebagai sarana penyembuhan, perlindungan, keselamatan, kemudahan dalam mengumpulkan rizki dll, sesuai keinginan dan harapan si pembuat ataupun si pemesan sastramantra tersebut.

Para siswa Jendra mungkin bingung dengan kerancuan istilah sastramantra, Ajimat  atau sikep dll. Dalam kesempatan ini sekilas akan saya jelaskan :

Ø  AWFAQ adalah bentuk jamak atau persamaan dari SASTRAMANTRA. Sedangkan AUFAK adalah transliterasi (terjemahan) dari SASTRAMANTRA. Seperti beberapa kasus yang saya temukan, ada yang menyebut HIZIB dengan HIJIB, AYAT KURSIY dengan AYAT QURSY dll. Mohon diperhatikan!! salah istilah, bisa salah makna…

Ø  ISIM secara harfiyah berarti NAMA, banyak masyarakat menyebut JIMAT dengan ISIM. Mungkin karena didalam jimat itu tertulis nama-nama Tuhan, makanya disebut ISIM. SYAKAL artinya BENTUK, saya pribadi menyamakan istilah SASTRAMANTRA dengan SYAKAL, karena sastramantra dan syakal bentuknya tidak selalu terdiri dari kotak-kotak angka ataupun huruf. Justru terkadang berupa symbol atau gambar mistik. DAIROH biasanya berbentuk lingkaran, juga dipenuhi dengan huruf-huruf dan angka-angka atau kalimat-kalimat suci. Seperti Roda lambang Sulaiman dan Mantra Kalacakra dll.

Ø  KHATIM artinya cincin, biasanya bentuknya tidak rumit, tulisan sastramantra yang menjadi kunci untuk mengakses energynya, biasanya di pahat pada lempengan emas, perak, tembaga atau bahan logam lainnya dan lempengan itu dijadikan sebuah cincin yang ukurannya dan bentuknya di sesuaikan dengan pemesan.

OK, setelah kita mengerti tentang sastramantra, sekarang kita mempersiapkan diri untuk mendalami ilmu sastramantra ini lebih lanjut.

Ilmu sastramantra pada dasarnya berhubungan dengan tulis-menulis atau gambar menggambar. Seluruh kom-ponen yang berhubungan dengan hal tersebut sangat berpengaruh pada pola energy yang akan terbuat.
Komponen-komponen tersebut biasanya terdiri dari:
1. Jenis pena
2. Jenis tinta
3. Jenis media untuk penulisan (kertas/logam/kulit dll)
4. Isi tulisan berupa kalimat / angka / huruf  yang
    disesuaikan dengan kebutuhannya.
5. Cara penulisan (memutar, persegi, matematikal dll)
6. Waktu (saat) dalam penulisan harus sesuai dengan ketentuan (bulan/hari/ jam /palintangan, teknik nafas tertentu dll)
7. Arah hadap penulisan/qiblat (barat, timur, utara, selatan,  dll.)
8. Jenis dupa/minyak wangi untuk mengasapi sastramantra
9. Daya spiritual (blassing) si pembuat sastramantra dalam men-charge dan meng-kunci energy kedalam sastramantra tersebut.

Bagi seorang guru Jendra yang belum dhawuh dalam mempraktekan ilmu sastramantra ini, maka seluruh komponen tersebut diatas harus diperhatikan dan  diperhitungkan sunggu-sungguh, semakin lengkap dan tepat komponen-komponennya dalam membuat sebuah sastramantra akan semakin fokus dan ampuh dalam memberi pengaruh rohani pada pemesanya.

Akan tetapi bagi guru Jendra yang sudah dhawuh, beliu sudah tidak terikat lagi pada aturan-aturan baku dalam penulisan sastramantra, karena sebelum membuat sastramantra tentu akan melakukan kontak dengan cara menghadirkan roh (pribadi) orang yang minta dibuatkan sastramantra tersebut. Melalui dhawuh yang yang diterimanya dari roh yang dimaksud, maka kemampuan spiritualnya akan menyamakan getaran-nya dengan dimensi yang lebih tinggi, guna memecahkan problem atau masalah yang dihadapi oleh orang  yang datang dan memohon bantuan tersebut.

Beginilah gambarannya : Setelah menerima getaran spiritual-nya ( gerak sejati ), sang guru Jendra akan mengubah getaran yang terjadi disekujur tubuhnya menjadi sebuah gerakan yang teratur. Gerakan teratur tersebut, jika diarahkan ke syaraf lidah akan menjadi dhawuh,  yang mampu menjawab dengan tepat dan benar setiap pertanyaan-pertanyaan yang di lantunkan oleh guru Jendra tersebut. Kejadian inilah  yang di sebut dhawuh.

Sama-sama membutuhkan gerak sejati, bedanya antara dhawuh dengan pembuatan sastramantra yaitu, pada saat akan melakukan penulisan sastramantra, seorang guru Jendra justru mengarahkan gerakan teraturnya tadi, berpusat di ujung tangan (pena), agar energi spiritual-nya bisa tertuang dalam bentuk tulisan yang kemudian jadilah sastramantra yang sangat ampuh dan mampu memberi pengaruh pada pemesannya. Hal ini sama persis dengan seorang empu yang akan membuat keris.

Secara lahiriyah mungkin tulisan dalam sebuah sastramantra tidak bisa terbaca oleh orang awam, sebab sastramantra itu hanya terlihat berupa coretan asal-asalan saja. Akan  tetapi sesunggunya tulisan itu mengandung energy yang tepat dan sesuai untuk memperbaiki “ketidak-selarasan” yang terjadi dalam kehidupan si pemesanya.

Bagi siswa yang baru bergabung dalam perguruan Jendra dan berkeinginan mempelajari ilmu sastramantra ini,  tentu tidak langsung menguasai semua komponen-komponen diatas, oleh karena itu dibuatlah tingkatan-tingkatan dalam mempelajari ilmu sastramantra ini mulai dari BASIC (dasar) sampai tingkat ADVANCED.

Dalam level basic/dasar, kita akan membahas hal-hal yang fundamental terlebih dahulu, sebab ini merupakan yang terpenting. Kita tidak akan membahas masalah aturan falakiyyah, pemilihan tinta, pena, media, serta dupa ataupun minyak wangi yang rumit. Namun demikian tetap akan saya singgung walaupun hanya sekilas, agar para pembaca memiliki gambaranya.

Ada 2 hal DASAR yang harus dikuasai oleh seseorang siswa Jendra yang berniat mempelajari ilmu sastramantra ini, yaitu:

1. Harus bisa baca dan tulis huruf dan angka Arab, bahasa dan Huruf Jawa ( Hanacaraka) ataupun huruf Kanji (Cina). Dalam kesempatan ini akan saya bahas terlebih dahulu sastramantra denga huruf Arab, hal ini saya pilih karena, baik pasien maupun para pelaku Jendra rata-rata dari kaum muslim yang sudah tidak asing dengan abjad ini.

2. Jika Penulisan Sastramantra  ditulis dengan huruf Arab, maka penulisnya harus hafal kaidah abjadiyyah, Apa yang dimaksud dengan KAIDAH ABJADIYYAH? kaidah abjadiyyah adalah urut-urutan huruf dalam bahasa Arab. Urut-urutan huruf galam kaweruh Jendra ini berbeda dengan huruf Arab yang sekarang dikenal oleh masyarakat umum, yang memakai urut-urutan huruf Arab sebagai berikut: ALIF-BA-TA-TSA-JIM dst.......

Sedangkan kita dalam belajar ilmu sastramantra Jendra, memakai kaidah (urut-urutan) huruf yang sudah berusia sangat tua, bahkan ratusan tahun sebelum Islam tersiar. yaitu "kaidah abjadiyyah" yang biasa dihafal dengan sebutan sebagai berikut:

A – BA – JA - DUN      HA – WA - ZUN  
HA – THO – YA    KA – LA – MA - NUN  
SA - 'A – FA - SHUN       QO – RO - SYUN 
TA - TSA     KHO - DZUN   DLO – ZHO - GHUN

Inilah abjadiyyah yang saya maksud :

nah, silahkan dihafalkan dulu kaidah abjadiyyah nya... HARUS BENAR-BENAR HAFAL... termasuk hafal penulisannya juga.... saya wanti-wanti nih, soalnya kalau tidak  hafal pastinya bakal kesulitan bener lho... Kalau di atas sudah diterangkan abjadnya, sekarang akan saya jelaskan tentang neptu / nilai dalam angka Arabnya. Jadinya akan seperti gambar dibawah ini :


Setelah itu, anda ‘ucapkan’ kembali KAIDAH ABJADIYYAH yang sudah dihafal sebelumnya, sambil ditulis hurufnya satu persatu diatas angka yang sudah tersedia… Contoh: A ditulis diatas angka 1, BA ditulis diatas angka 2, JA ditulis diatas angka 3, DUN ditulis diatas angka 4 dst.. maka anda akan mendapatkan sebuah kaidah abjadiyyah yang lengkap dengan neptu/nilai-nilai pada masing-masing hurufnya, seperti gambar dibawah ini :



jadi, mulai saat ini silahkan berlatih menuliskan angka dan bunyi KAIDAH ABJADIYYAH sampai terbentuk rumus yang sempurna seperti diatas. Sebab, rumus itu akan selalu kita pakai sebelum membuat Sastramantra guna menolong banyak orang................Bagaimana?

Kalau sudah, mari kita lanjutkan pelajarannya,  Setelah kita bisa membuat rumus kaidah abjadiyyah dengan benar,  kita dapat mempergunakan rumus ini untuk menghitung  neptu/nilai suatu nama, suatu kata, suatu kalimat, ataupun suatu ayat, suatu surat, bahkan satu alquran 3- juzt sekalipun, ataupun puisi spiritual seperti wulangreh, pupuh, kidung agung, kidung rohani dll, yang memiliki daya spiritual.

Kalau sudah tahu neptu/nilai dari suatu nama atau suatu ayat manfaatnya untuk apa? Jawabannya adalah: untuk membuka tabir mistik dari ayat tersebut… Bingung? Enggak-la ya? Kita khan sama-sama orang spiritual ...kayak orang menghitung pasaran dan hari alias nepton, guna mencari hari baik untuk suatu peristiwa seperti : buka pondasi rumah, watak anak dalam kelahiran, buka usaha baru atau menikahkan maupun sunatan/khitan, pindahan rumah dll.
Ingin tahu seperti apa aplikasinya? Mari kita praktekkan supaya tidak bingung ok…!!!?

Sekarang coba kita pilih satu nama suci yang diyakini saudara-saudara muslim yang memiliki energy. Gampangnya kita ambil saja dari asma-ul husna bagaimana?? Setuju? misalnya:

AL-LATHIF

Jika ditulis dalam huruf Arab seperti ini :

اللطيف

Sekarang kita buang -Alif - dan –Lam- diawal kata AL-LATHIIF tadi, jadi yang kita ambil adalah kata dasar nya, menjadi seperti berikut:

ل ط ي ف

Lho koq gak pakai harokat?....Nah, disini bedanya huruf Arab yang di ajarkan Jendra, dengan penulisan huruf Arab pada umumnya yang dipakai pada penulisan Al-qur’an.

Sekarang mari kita lihat kembali rumus KAIDAH ABJADIYYAH, lihat huruf  LAM neptunya berapa? Huruf  THO neptunya = berapa?,  Huruf  YA neptunya = berapa?, Huruf  FA neptunya = berapa? Dari tabel Kaidah abjadiyyah kita dapatkan : Lam neptunya  = 30, Tho neptunya  = 9, Ya neptunya  = 10, Fa neptunya  = 80 ( tulislah neptu/nilai-nilai ini dibawah huruf yang bersangkutan) sehingga total nilai asma tersebut adalah 30 + 9 + 10 + 80 = 129. inilah rahasianya mengapa asma "yaa lathiif" secara masyhur dibaca 129 kali.

Para ulama dan para wali guru Jendra jaman dahulu menghitungnya berdasarkan Kaidah Abjadiyyah dan diajarkan kepada murid-muridnya untuk dibaca berulang-ulang sejumlah nilai asma’nya. Demikian juga dengan guru-guru Jendra yang mengajarkan dalam menjalankan kasiat sebuah mantra harus puasa berapa hari lamanya, juga berdasarkan derajad nilai masing-masing abjad penulisan mantra tersebut.

Kita coba lagi dengan contoh yang lain, misalkan  kita ambil kalimat :
LAA ILAAHA ILLA ALLAH

jika dituliskan kedalam huruf Arab menjadi:

لا إله الاّ الله
Kemudian kita pisah-pisahkan setiap huruf-nya agar memper-mudah penghitunganya :

Kemudian tuliskan nilai huruf tepat dibawah huruf yang ber-sangkutan, lalu jumlahkan, seperti gambar dibawah ini:



Jadi, berdasarkan Kaidah Abjadiyyah, nilai dari sebuah kalimat Laa Ilaaha Illa Allah itu adalah 165… inilah rahasianya mengapa para Syeikh Tariqah dan guru-guru Jendra mewajibkan murid-muridnya berdzikir minimal 165 kali dalam mewiridkan kalimat Laa Ilaaha Illa Allah tersebut.

Asal mula jumlah wirid muncul dari perhitungan tersebut diatas. Masih penasaran? Ok.. kita coba dengan kalimat yang lebih panjang… Kali ini kita coba dengan kalimat HASBUNALLAAHU WA NI’MAL WAKIIL… Kita tulis dulu kalimat lengkapnya, kemudian dipisah-pisah per-huruf, lalu letakkan nilai masing2 huruf tepat dibawah huruf yang bersangkutan, kemudian jumlahkan… Hasilnya akan jadi seperti ini: 


Oh iya, ketelitian merupakan faktor penting, oleh karena itu  perhatian dan koreksi dari para  siswa  Jendra  sangat dibutuhkan. Dengan menguasai HISAB JUMAL berarti sudah jalan 50% untuk membuat sebuah Sastramantra yang sederhana.

Karena hasil dari HISAB JUMAL itu-lah yang akan dijadikan ISI dari setiap kotak-kotak pada sebuah Sastramantra. Lalu yang 50% -nya lagi berada pada penguasaan pembuatan kotak Sastramantra serta tata-cara penempatan angka/huruf  pada kotak tersebut..

(Bersambung)



Salam _/|\_ Rahayu