Pemaparan Dhawuh Ki Wongsodjono :
Pendahuluan.
Siswa Jendra dan para pembaca
yang budiman. Tulisan ini adalah terjemahan dhawuh dan piwulang Eyang
Wongsodjono, dalam menjawab pertanyaan para siswa sekalian. Sekaligus
memberikan piwulang tentang asal-mula jagad raya ini diciptakan.
Pengetahuan ini pada awalnya
hanya disimpan dalam bentuk dongeng dan cerita wayang dan cerita itupun tidak
semua dalang wayang menguasainya. Sehingga tak banyak yang mengajarkan tentang
pengetahuan ini.
Berbeda dengan pengajaran
agama-agama yang ada di muka bumi ini, kawruh Jendra Hayuningrat, menerima
semua pengetahuanNya melalui Dhawuh yang disampaikan oleh Guru Sejati
masing-masing siswa atau Guru Bathin setiap paguyuban dalam suatu hirarki
perguruan.
Tak heran, walau tanpa
catatan resmi atau yang lazim disebut kitab suci, semua pamencar kawruh
kasepuhan (perguruan) telah mengajarkan hal yang sama terhadap semua siswanya,
baik yang sejaman maupun jauh sebelum orang tersebut dilahirkan. Mulai tentang
penciptaan, budi-pekerti, laku-spiritual maupun sangkan-paran ing dumadi.
Piwulang atau Dhawuh Eyang Wongsodjono :
Pada awalnya, saat Alam
Semesta ini masih dalam kahanan suwung [kosong], belum ada kehidupan, tidak ada
bintang, tidak ada planet-planet, dan tidak ada unsur apapun, hanya terdapat
sebuah sosok yang bernama Sang Hyang Ogra
Pesti, wujud Beliau tidak kelihatan karena diselimuti oleh cahaya yang
sangat berkilau.
Sang Hyang Ogra Pesti yang tak lain adalah Sang Maha Pencipta kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Bramana Wasesa.
Sang Hyang Bramana Wasesa kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Toya Wasesa.
Sang Hyang Toya Wasesa kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Wiji Wasesa Jagad.
Sang Hyang Wiji Wasesa Jagad kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Wasesa Jagad Pramana.
Sang Hyang Wasesa Jagad Pramana kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Jagad Kitaha.
Sang Hyang Jagad Kitaha kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Atmana.
Sang Hyang Atmana kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Atmani.
Sang Hyang Atmani kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Arta Etu.
Sang Hyang Arta Etu kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Wilangan.
Sang Hyang Wilangan kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Kasaha Etu Jagad.
Sang Hyang Kasaha Etu Jagad kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Tunggal.
Sang Hyang Tunggal kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Wenang atau yang dikenal juga dengan nama Sang Hyang Podo Winenang, terhadap Beliu-lah
kita mengenal-Nya lewat sosok Eyang
Wongsodjono, yang menjadi Guru Bathin kita para siswa Jendra Hayuningrat.
Sang Hyang Wenang (Eyang
Wongsodjono) kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Wening.
Berturut-turut dari Sang Hyang Ogra Pesti yang berputra Sang Hyang Bramana Wasesa sampai ke Sang Hyang Wening, semuanya tinggal di Kahyangan Alang-Alang Kumitir.
Sang Hyang Wening atas seijin
dari sang rama yaitu Sang Hyang Wenang kemudian menciptakan Kahyangan Manik Maninten yang letaknya di bawah Kahyangan Alang-Alang Kumitir dan juga
menciptakan sebuah telur. Kemudian telur diremas dan pecah menjadi 3 bagian dan
semua bagian melayang-layang.
Bagian pertama adalah kulit atau cangkang telur yang walaupun remuk dan retak-retak tetapi tetap melayang-layang, begitu juga bagian isi yaitu putih telur dan kuning telur, akan tetapi pada awalnya bagian putih telur dan kuning telur masih menyatu dan tersambung.
Bagian pertama adalah kulit atau cangkang telur yang walaupun remuk dan retak-retak tetapi tetap melayang-layang, begitu juga bagian isi yaitu putih telur dan kuning telur, akan tetapi pada awalnya bagian putih telur dan kuning telur masih menyatu dan tersambung.
Kemudian oleh Sang Hyang
Wening, bagian cangkang telur disabda menjadi sosok yang bernama Batara Antiga atau nama lainnya adalah Teja
Mantri. Setelah itu putih telur dan kuning telur dipisah oleh Sang Hyang
Wening, dari putih telur disabda menjadi sosok yang bernama Batara Ismaya, sedangkan bagian kuning
telur yang masih melayang-layang kemudian ditangkap dan disabda menjadi sosok
yang bernama Batara Manik Maya.
Ketiganya, yaitu Batara Antiga, Batara Ismaya dan Batara Manik Maya berparas sangat
tampan dan tinggal rukun di Kahyangan
Manik Maninten dan setelah itu Sang Hyang Wening kembali ke Kahyangan
Alang-Alang Kumitir.
Batara Antiga
adalah Dewa yang pertama kali mencoba untuk keluar dari Kahyangan Manik
Maninten dan mencoba meniru kebisaan dari Sang Hyang Wening dengan melakukan berbagai
sabda, karena kesalahan sabda maka terciptalah para lelembut yang jumlahnya
sangat banyak. Dan dikarenakan para lelembut itu membutuhkan tempat, maka Sang
Hyang Wening kemudian menciptakan Kahyangan Setra Ganda Layu yang letaknya ada di bawah dari Kahyangan Manik Maninten.
Setelah itu Sang
Hyang Wening mengambil bagian dari
Batara Ismaya dan disabda menjadi Batari Kanestren yang kemudian menjadi
istri dari Batara Ismaya, juga kemudian mengambil bagian dari Batara Manik Maya dan disabda menjadi Batari Uma yang kemudian menjadi istri
dari Batara Manik Maya.
Sedangkan Batara
Antiga menjadi wadat / selibat [tidak
mempunyai pasangan] dikarenakan beliau perwujudan dari cangkang telur, yaitu suatu
bagian yang tidak dapat menjadi makhluk hidup.
Dari pasangan Batara
Ismaya dengan Batari Kanestren dan Batara Manik Maya dengan Batari Uma inilah awal terjadinya penciptaan
melalui proses reproduksi atau mempunyai keturunan.
Berikut keturunan dari Batara Ismaya dengan Batari Kanestren adalah :
- Batara Wungkuam
- Batara Wrespati
- Batara Yamadipati
- Batara Surya
- Batara Kuwera
- Batara Kamajaya
- Batari Darmanastiti
- Batara Hananta Boga
- Batara Baruna
- Batara Wisnu
- Batara Platuk Temboro
Keturunan dari Batara Manik Maya dengan Batari Uma adalah :
- Batara Sambo
- Batara Brama
- Batara Indra
- Batara Bayu
Kelak kemudian Sang Hyang
Wening menciptakan pasangan buat putra-putri para Batara dan Batari itu dan
menciptakan Kahyangan untuk mereka yang letaknya di bawah Kahyangan Manik
Maninten tetapi di atas Kahyangan Sentra Ganda Layu.
Lalu dari para Batara dan
Batari itu lahirlah putra-putri mereka yaitu para Dewa dan Dewi, kemudian
dibuatkan oleh Sang Hyang Wening Kahyangan untuk para Dewa-Dewi itu yang
letaknya di bawah Kahyangan dari para Batara-Batari dan di atas Kahyangan Setra
Ganda Layu.
Para Dewa dan Dewi kemudian
saling berpasangan dan lahirlah putra-putri mereka yaitu para Widadara dan
Widadari, kemudian dibuatkan oleh Sang Hyang Wening Kahyangan untuk para
Widadara-Widadari itu yang letaknya di bawah Kahyangan dari para Dewa-Dewi dan
di atas Kahyangan Setra Ganda Layu.
Para Widadara dan Widadari
kemudian saling berpasangan dan lahirlah putra-putri mereka yaitu para Hapsara
dan Hapsari, kemudian dibuatkan oleh Sang Hyang Wening Kahyangan untuk para
Hapsara-Hapsari itu yang letaknya di bawah Kahyangan dari para
Widadara-Widadari dan di atas Kahyangan Setra Ganda Layu. Para Hapsara dan
Hapsari tinggal di Kahyangan yang bernama Kahyangan Suralaya, mereka dikenal
juga dengan sebutan Dang Hyang atau Danyang.
Saat itu para penghuni di
Kahyangan Setra Ganda Layu sudah terlalu banyak, banyak lelembut dan drubiksa
[raksasa] yang memang tidak mengetahui nilai-nilai tataran mulai jahil dengan
seenaknya mengunjungi Kahyangan Suralaya maupun Kahyangan lainnya.
Hal itu yang kemudian membuat
Sang Hyang Wening merencanakan untuk mulai menggelar jagad raya, dengan
menciptakan Sela Matangkep atau Pintu Pengarip sebagai batasan dunia, jadi para
penghuni Kahyangan Setra Ganda Layu tidak dapat lagi dengan seenaknya naik ke
Kahyangan Suralaya dan Kahyangan-Kahyangan lain yang lebih tinggi.
Atas sabda dari Sang Hyang
Wening, kemudian diutuslah Sang Hyang Batara Ismaya, Sang Hyang Batara Brama,
Sang Hyang Batara Indra, Sang Hyang Batara Surya, Sang Hyang Batari Ratih, Sang
Hyang Batara Bayu, Sang Hyang Batara Hananta Boga, Sang Hyang Batara Baruna dan
Sang Hyang Batara Wisnu untuk menciptakan tempat di luar Sela Matangkep.
Saat itulah baru terciptanya
dunia, dimulai dengan adanya Bintang yang diciptakan oleh Sang Hyang Batara
Ismaya atau dikenal juga dengan nama Sang Hyang Batara Kartika.
Sang Hyang Batara Brama
bersama-sama dengan Sang Hyang Batara Hananta Boga dan Sang Hyang Batara Wisnu
menciptakan Bumi dan planet-planet yang lain.
Bumi sendiri diciptakan
awalnya dari sebuah gumpalan api yang dibuat oleh Sang Hyang Batara Brama yang
kemudian dilapisi oleh jangkar bumi dan cangkang bumi oleh Sang Hyang Batara
Hananta Boga dan Sang Hyang Batara Surya memindahkan kaki Kahyangan Ekacakra
mendekati Bumi yang sekarang kita kenal dengan nama Matahari.
Kemudian Sang Hyang Batari
Ratih juga memindahkan kaki Kahyangan Cakra Kembang ke dekat Bumi yang kita
kenal dengan nama Bulan, Sang Hyang Batara Bayu menciptakan atmosfir serta Sang
Hyang Batara Indra menciptakan hujan. Bumi pada waktu itu masih panas karena
belum ada lautan.
Baru setelah itu
diturunkanlah para lelembut dan drubiksa ke Bumi atau Arcapada, akan tetapi
ternyata setelah itu terjadi saling serang antara mereka untuk memperebutkan
wilayah yang mereka sukai.
Sehingga kemudian diturunkan
juga para Hapsara dan Hapsari serta para Widadara dan Widadari ke Arcapada
untuk membuat hirarki di Arcapada agar terjadi kestabilan dan keamanan di
Arcapada.
Kemudian oleh Sang Hyang
Wening diciptakanlah Dang Hyang penunggu Bumi :
Untuk Jagad Wetan [timur] ditempati oleh Pecuk
Pecu Kilan
Untuk Jagad Kulon [barat] ditempati oleh
Cakrawangsa
Untuk Jagad Lor [utara] ditempati oleh
Kaneka Putra
Untuk Jagad Kidul [selatan] belum terisi,
tapi kemudian ditempati oleh Andana dan Andini.
Untuk Jagad Awang-Awang [angkasa]
dipercayakan kepada Garuda Yaksa Retna Peksi Jala Dara.
Setelah situasi di Arcapada
cukup aman, baru kemudian oleh Batara-Batari yang ditugaskan [tanpa Sang Hyang
Hananta Boga] diciptakanlah tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan.
Adalah Sang Hyang Batara Brama
yang pertama kali menciptakan manusia, diambil dari tanah dan dibuat dengan
kepalan tangannya, karena Sang Hyang Batara Brama adalah Dewa Api maka wujud
manusia yang dibuat terlalu gosong, makanya kemudian disebut dengan Bangsa
Keling. Proses penciptaan manusia pertama itu terjadi di daratan Jawa di Gunung
Bromo, dan manusia yang diciptakan saat itu suhunya sangat panas untuk tinggal
di dataran rendah sehingga mereka hanya dapat hidup di ketinggian yang suhunya
lebih dingin.
Kemudian Sang Hyang Batara Wisnu
juga menciptakan manusia dan terwujudlah sosok manusia yang lebih baik dan
sempurna [seperti manusia sekarang ini], kejadian itu masih di daratan Jawa di
GunungPawinihan [sekarang Gunung Wilis]. Tetapi saat itu manusia ciptaan Sang
Hyang Batara Wisnu kondisi suhunya masih sama karena hanya mampu tinggal di
tempat dingin. Manusia ciptaan itu menjadi rebutan dari para Hapsara dan
Hapsari untuk dimomong oleh mereka.
Maka diaturlah agar manusia
mempunyai keturunan dulu dan kemudian anak-anak mereka langsung di bawa oleh
para Hapsara dan Hapsari untuk kemudian wajahnya dibentuk sesuai dengan wajah
dari para Hapsara dan Hapsari yang memomongnya. Hal ini dilakukan agar Arcapada
dapat dipenuhi oleh manusia untuk keseimbangan alam semesta.
Delapan Batara dan Batari
yang ikut dalam proses penciptaan manusia dan Prawita Sari [air suci
keabadian], yaitu Sang Hyang Batara Ismaya, Sang Hyang Batara Brama, Sang Hyang
Batara Indra, Sang Hyang Batara Surya, Sang Hyang Batari Ratih, Sang Hyang
Batara Bayu, Sang Hyang Batara Baruna dan Sang Hyang Batara Wisnu inilah yang
disebut dengan Hasta Brata, Hasta berarti delapan dan Brata berarti laku,
watak, atau sifat utama yang di ambil dari sifat alam.
Sang Hyang Batara Ismaya/ Sang Hyang Batara
Kartika mewakili sifat Bintang
Sang Hyang Batara Brama mewakili sifat Api
Sang Hyang Batara Indra mewakili sifat
Langit/ Angkasa
Sang Hyang Batara Surya mewakili sifat
Matahari
Sang Hyang Batari Ratih mewakili sifat
Bulan
Sang Hyang Batara Bayu mewakili sifat Angin
Sang Hyang Batara Baruna mewakili sifat Air
Sang Hyang Batara Wisnu mewakili sifat
Bumi/ Tanah
Kemudian para Batara-Batari
dan Dewa-Dewi turun ke bumi dan mulai mengajarkan pola kehidupan kepada umat
manusia, hal itu dilakukan agar manusia kemudian secara otomatis dan naluria
akan mengajarkan kepada keturunannya juga, sehingga tidak perlu setiap generasi
berikutnya dari keturunan manusia yang lahir, para Batara-Batari dan Dewa-Dewi
harus turun ke Arcapada untuk mengajarkan pola yang sama.
Beberapa pola kehidupan yang diajarkan kepada manusia
itu antara lain :
Sang Hyang
Batara Brama mengajarkan kepada
manusia bagaimana caranya membuat perkakas, peralatan dan mesin-mesin peaswat.
Sang
Hyang Batara Wisma Karma mengajarkan manusia cara membuat rumah tinggal,
tempat persinggahan, penginapan.
Sang Hyang
Batara Iswara mengajarkan manusia cara berbicara, bernyanyi, ngidung pamuji
dan manembah.
Sang Hyang
Batara Wisnu mengajarkan aturan antar
manusia, aturan-aturan berkehidupan untuk tidak saling menjegal, tidak saling
membunuh atau produk hukum.
Sang
Hyang Batara Mahadewa mengajarkan manusia caranya membuat perhiasan, tata
rias dan busana atau pakaian.
Sang Hyang
Batara Cipta Gupta mengajarkan
manusia caranya mengenal dan membuat warna-warni dan masih banyak lagi yang lain-lainnya.
Manusia-manusia awal yang
tercipta di Arcapada ini baik yang di Gunung Bromo maupun yang di Gunung
Pawinihan dinamakan Bangsa Keling dari kata 'kelingan' yang mengingatkan
tentang awal penciptaan, struktur komunal pertama manusia dinamakan Kerajaan
Keling dengan Kraton-nya berada di lereng Gunung Pawinihan yang dipimpin oleh
Sang Maha Prabu Radite yang dimomong oleh Sang Hyang Batara Wisnu.
Semua peristiwa sebagai
bagian dari awal peradaban ini terjadi di jaman sedang Kala Kukila pada jaman besar Kali
Swara, di mana saat itu belum diciptakan lautan dan putaran Bumi masih
belum stabil.
[Keterangan tentang urutan
jaman ada di pengajaran atau piwulang tentang Pembagian Jaman Jangka Jayabaya]
Sang Hyang Wening merasa,
sudah saatnya setelah jagad di gelar harus ada hirarki keseluruhan untuk menata
alam semesta ini. Untuk memimpin jalannya kehidupan Alam Semesta akan dipilih
seorang pimpinan yang bergelar Ratu Tri Loka Buwana [Tri = tiga, Loka = tempat,
Buwana = dunia] yang menguasai 3 dunia; Arcapada [Bumi, dunia di mana manusia
tinggal], Madyapada [dunia gaib], dan Mayapada [Kadewatan, dunia luhur tempat
mulai dari Hapsara-Hapsari sampai Batara-Batari].
Maka sebelum dipilih siapa
yang layak untuk menjadi Ratu Tri Loka Buwana, Sang Hyang Wening mencipta
Kahyangan Jong Giri Saloka tempat bakal Ratu Tri Loka Buwana menetap dan
mengatur Alam Semesta. Kahyangan Jong Giri Saloka ini terletak di bawah
Kahyangan Alang- Alang Kumitir dan di atas Kahyangan Manik Maninten.
Dua putra dari Sang Hyang
Wening, yaitu Sang Hyang Batara Antiga dan Sang Hyang Batara Ismaya sangat
meminati posisi Ratu Tri Loka Buwana tersebut, maka kemudian disepakatilah
antar mereka berdua untuk adu kesaktian guna menunjukkan siapakah yang lebih
layak menjadi Ratu Tri Loka Buwana.
Proses adu kesaktian itu
adalah barang siapa yang dapat memakan atau menelan Jamur Dwipa [bentuk gunung
yang sangat besar] maka dialah yang layak menjadi Ratu Tri Loka Buwana. Sang
Hyang Batara Antiga menelan Jamur Dwipa, tetapi gagal dan mulut dari Sang Hyang
Batara Antiga malah sobek, kemudian giliran Sang Hyang Batara Ismaya mencoba
menelan Jamur Dwipa, ternyata berhasil ditelan tetapi tidak dapat dimuntahkan
kembali. Pada saat itulah Sang Hyang Wening rawuh dan sangat tidak berkenan
dengan adu kesaktian yang dilakukan oleh Sang Hyang Batara Antiga dengan Sang
Hyang Batara Ismaya.
Sebagai bentuk
pertanggungjawaban dari apa yang telah mereka lakukan, maka kemudian Sang Hyang
Wening mengeluarkan sabda yang mengunci bentuk mereka di mana kondisi mulut
dari Sang Hyang Batara Antiga sobek dan perut dari Sang Hyang Batara Ismaya
membesar karena terisi Jamur Dwipa.
Dalam wujud seperti itulah
maka Sang Hyang Batara Antiga juga dikenal dengan nama Togog atau Ki Lurah
Togog ; sedang Sang Hyang Batara Ismaya dikenal dengan nama Semar atau Ki Lurah
Semar Badranaya.
Sang Hyang Batara Antiga alias Togog Semar alias Sang Hyang Batara Ismaya
Kemudian Sang Hyang Wening
menunjuk Sang Hyang Batara Manik Maya yang karena tidak ikut dalam adu
kesaktian dan hanya menjadi penonton saja itu menjadi Ratu Tri Loka Buwana.
Sang Hyang Batara Manik Maya merasa kegirangan apalagi dari antara tiga
bersaudara Sang Hyang Batara Manik Maya yang sekarang wajahnya paling tampan,
karena kakak-kakaknya sudah berubah wujud semua. Hal itu tak luput dari
perhatian Sang Hyang Wening, maka kemudian disabdalah wajah dari Sang Hyang
Manik Maya menjadi buruk rupa, sebagai penanda untuk tidak mempunyai sifat
sombong hati.
Sebagai Ratu Tri Loka Buwana,
Sang Hyang Batara Manik Maya kemudian bergelar Sang Hyang Batara Guru, atau
dikenal juga dengan nama Sang Hyang Syiwa atau Sang Hyang Jagad Pratingkah.
Kemudian Sang Hyang Batara Guru bersama dengan Batari Uma menempati Kahyangan
Jong Giri Saloka dan bertugas sebagai Ratu Tri Loka Buwana.
Sang Hyang Wening kemudian
menugaskan Ki Lurah Togog dan Ki Lurah Semar untuk menjadi pamomong bagi umat
manusia di Arcapada. Ki Lurah Togog menjadi pamomong umat manusia di belahan
Barat dan Utara dari Arcapada, sedangkan Ki Lurah Semar menjadi pamomong untuk
umat manusia di belahan Timur dan Selatan dari Arcapada.
Karena mereka berdua
masing-masing memerlukan teman dalam perjalanan mereka menjadi pamomong di
Arcapada, maka kemudian Ki Lurah Togog menciptakan teman seperjalanannya yang
bernama Sarawita atau dikenal dengan nama lain Bilung.
Sedang Ki Lurah Semar juga
menciptakan teman seperjalanan yang diambil dari bayangannya sendiri yang
diberi nama Bagong.
Sarawita / Bilung dan Bagong
Berita tentang terpilihnya Sang Hyang Batara Manik Maya menjadi Ratu Tri Loka Buwana ternyata membuat
gerah para Dang Hyang penunggu Bumi, mereka merasa bahwa Sang Hyang Batara
Manik Maya tidak pantas menjadi Ratu Tri Loka Buwana karena dianggap kalah
wibawa dan kurang sakti dari kakak-kakaknya. Para Dang Hyang penjuru Bumi
merencanakan untuk melakukan protes dengan mengadakan penyerbuan ke Kahyangan Jong Giri Saloka.
Pertama kali yang menyerbu ke
Kahyangan Jong Giri Saloka adalah Kaneka Putra sang Dang Hyang Jagad Lor. Dalam
perjalanannya ke Kahyangan Jong Giri Saloka dan baru sampai di Sela Matangkep,
Dang Hyang Jagad Lor Kaneka Putra bertemu dengan rombongan Ki Lurah Semar
bersama dengan Bagong dan Ki Lurah Togog bersama dengan Sarawita yang akan
turun ke Arcapada untuk melaksanakan tugas sebagai pamomong umat manusia.
Terjadilah pertempuran sengit antara Ki Lurah Semar dengan Kaneka Putra, akhirnya Kaneka Putra tunduk karena terkena Aji Kemayan dari Li Lurah Semar sehingga bentuknya menyerupai wujud pendek seperti yang sekarang kita kenal.
Terjadilah pertempuran sengit antara Ki Lurah Semar dengan Kaneka Putra, akhirnya Kaneka Putra tunduk karena terkena Aji Kemayan dari Li Lurah Semar sehingga bentuknya menyerupai wujud pendek seperti yang sekarang kita kenal.
Sang Hyang Batara Narada | Resi Aneka Putra
Karena kepandaian dan
kepintarannya dalam bertempur, maka oleh Ki Lurah Semar, Dang Hyang Jagad Lor
Kaneka Putra kemudian ditugaskan untuk menjadi penasehat utama Kahyangan Jong
Giri Saloka untuk mendampingi Sang Hyang Batara Guru dalam mengelola Alam
Semesta dan bergelar Sang Hyang Batara Narada atau Resi Kaneka Putra.
Kemudian secara bersamaan
naiklah Dang Hyang Jagad Wetan Pecuk Pecu Kilan dan Dang Hyang Jagad Kulon
Cakrawangsa untuk menyerbu Kahyangan Jong Giri Saloka. Di Sela Matangkep,
mereka bertemu dengan rombongan Ki Lurah Semar dan rombongannya yang baru saja
bertempur dengan Dang Hyang Jagad Lor Kaneka Putra.
Oleh Ki Lurah Semar
kedatangan kedua Dang Hyang Jagad itu disambut secepat kilat dengan cara
menjambak rambut Pecuk Pecu Kilan dan rambut Cakrawangsa serta dibenturkan satu-sama
lain sehingga mereka berubah wujud dan langsung tunduk kepada Ki Lurah Semar.
Setelah berubah wujud, Pecuk Pecu Kilan berubah nama menjadi Petruk dan
Cakrawangsa berubah nama menjadi Gareng, serta mereka berdua akan mengiringi
kemanapun Ki Lurah Semar Badranaya dan Bagong
akan menempuh perjalanannya dalam memomong umat manusia di belahan Timur dan
Selatan Arcapada ini.
Cakrawangsa | Gareng - Pecuk Pecu Kilan | Petruk
Dang Hyang kembar Jagad Kidul
yaitu Andana dan Andini melakukan penyerbuan pula ke Kahyangan Jong Giri
Saloka, setelah melihat cara Ki Lurah Semar menaklukkan Pecuk Pecu Kilan dan
Cakrawangsa, Sang Hyang Batara Guru melakukan hal yang sama pula kepada Andana
dan Andini. Begitu Andana dan Andini tiba di Kahyangan Jong Giri Saloka, maka
secepat kilat dibenturkanlah kepala dari Andana dan Andini sehingga mereka
langsung takluk.
Oleh Sang Hyang Batara Guru,
Andana dan Andini kemudian disabda menjadi Lembu Nandini dan menjadi Dampar Kencana
Kahyangan Jong Giri Saloka.
Dang Hyang Awang-Awang yaitu
Garuda Yaksa Retna Peksi Jala Dara juga melakukan penyerbuan ke Kahyangan Jong
Giri Saloka, tetapi di tengah perjalanan dia bertemu dengan Sang Hyang Batara
Wisnu. Terjadilah pertempuran yang berakhir dengan tunduknya Garuda Yaksa Retna
Peksi Jala Dara kepada Sang Hyang Batara Wisnu, sejak saat itulah Garuda Yaksa
Retna Peksi Jala Dara dijadikan tunggangan dari Sang Hyang Batara Wisnu.
Sang Hyang Batara Guru dengan Lembu Nandini sebagai Dampar Kencana
Setelah semua berjalan normal
kembali, sebagai Ratu Tri Loka Buwana, Sang Hyang Batara Guru kemudian
membentuk beberapa formasi jagad baru, dengan beliau sendiri sebagai Pusat:
Sang Hyang Batara Syiwa di Pusat
Sang Hyang Batara Brama di penjuru Selatan
Sang Hyang Batara Wisnu di penjuru Utara
Sang Hyang Batara Iswara di penjuru Timur
Sang Hyang Batara Mahadewa di penjuru Barat
Sang Hyang Batara Sambu di penjuru Timur
Laut
Sang Hyang Batara Maheswara di penjuru
Tenggara
Sang Hyang Batara Rodra di penjuru Barat
Daya
Sang Hyang Batara Sangkara di penjuru Barat
Laut
Formasi ini dinamakan
Langlang Buwana atau Pangider-ider Bumi atau Dewa 9 Penjuru Jagad.
Juga kemudian ditunjuklah
penanggungjawab untuk 7 bagian lapisan Bumi.
Eka Pratala atau Kerak Bumi di bawah
kekuasaan Dewi Pertiwi
Dwi Pratala di bawah kekuasaan Dewi Kusika
Tri Pratala di bawah kekuasaan Dewi Gangga
Catur Pratala di bawah kekuasaan Dewi
Sindula
Panca Pratala di bawah kekuasaan Dewi
Danampalan
Sad Pratala di bawah kekuasaan Batari
Manikem
Sapta Pratala atau Inti Bumi di bawah
kekuasaan Sang Hyang Batara Hananta Boga
Bersambung
Salam _/\_ Rahayu