Oleh. Budi Siswanto
Sastramantra secara harfiyah berarti : Ilmu yang dapat
merubah bentuk do’a atau mantra menjadi
sebuah karya seni (sentuhan rohani), yang dilakukan oleh seorang pendo’a,
pentawaju ataupun pinisepuh atau pemangku sebuah ajaran adat. Agar menjadikan
semuanya selaras, seimbang, harmonis dan sesuai dengan maksud sang Hyang Agung
atau Tuhan dan diri si pemakai Sastramantra itu sendiri.
جَعَلَهُ
مُوَافِقًا أو مُلائِمًا
Walaupun secara umum, Sastramantra berarti suatu
tulisan yang terdiri dari angka-angka atau huruf-huruf yang disusun secara
sistematis mengikuti aturan yang telah ditentukan, untuk membentuk pola energy
yang diinginkan yang dapat digunakan sebagai sarana penyembuhan, perlindungan,
keselamatan, kemudahan dalam mengumpulkan rizki dll, sesuai keinginan dan
harapan si pembuat ataupun si pemesan sastramantra tersebut.
Para siswa Jendra mungkin bingung dengan kerancuan
istilah sastramantra, Ajimat atau sikep
dll. Dalam kesempatan ini sekilas akan saya jelaskan :
Ø
AWFAQ adalah bentuk jamak atau persamaan dari
SASTRAMANTRA. Sedangkan AUFAK adalah transliterasi (terjemahan) dari
SASTRAMANTRA. Seperti beberapa kasus yang saya temukan, ada yang menyebut HIZIB
dengan HIJIB, AYAT KURSIY dengan AYAT QURSY dll. Mohon diperhatikan!! salah
istilah, bisa salah makna…
Ø
ISIM secara harfiyah berarti NAMA, banyak masyarakat
menyebut JIMAT dengan ISIM. Mungkin karena didalam jimat itu tertulis nama-nama
Tuhan, makanya disebut ISIM. SYAKAL artinya BENTUK, saya pribadi menyamakan
istilah SASTRAMANTRA dengan SYAKAL, karena sastramantra dan syakal bentuknya
tidak selalu terdiri dari kotak-kotak angka ataupun huruf. Justru terkadang
berupa symbol atau gambar mistik. DAIROH biasanya berbentuk lingkaran, juga
dipenuhi dengan huruf-huruf dan angka-angka atau kalimat-kalimat suci. Seperti Roda lambang Sulaiman dan Mantra Kalacakra dll.
Ø
KHATIM artinya cincin, biasanya bentuknya tidak rumit,
tulisan sastramantra yang menjadi kunci untuk mengakses energynya, biasanya di
pahat pada lempengan emas, perak, tembaga atau bahan logam lainnya dan
lempengan itu dijadikan sebuah cincin yang ukurannya dan bentuknya di sesuaikan
dengan pemesan.
OK, setelah kita mengerti tentang sastramantra,
sekarang kita mempersiapkan diri untuk mendalami ilmu sastramantra ini lebih
lanjut.
Ilmu sastramantra pada dasarnya berhubungan dengan
tulis-menulis atau gambar menggambar. Seluruh kom-ponen yang berhubungan dengan
hal tersebut sangat berpengaruh pada pola energy yang akan terbuat.
Komponen-komponen tersebut biasanya terdiri dari:
1. Jenis pena
2. Jenis tinta
3. Jenis media untuk penulisan (kertas/logam/kulit dll)
4. Isi tulisan berupa kalimat / angka / huruf yang
disesuaikan
dengan kebutuhannya.
5. Cara penulisan (memutar, persegi, matematikal dll)
6. Waktu (saat) dalam penulisan harus sesuai
dengan ketentuan (bulan/hari/
jam /palintangan, teknik nafas tertentu dll)
7. Arah hadap penulisan/qiblat (barat, timur, utara,
selatan, dll.)
8. Jenis dupa/minyak wangi untuk mengasapi sastramantra
9. Daya spiritual (blassing) si pembuat sastramantra dalam
men-charge dan meng-kunci energy kedalam sastramantra tersebut.
Bagi seorang guru Jendra yang belum dhawuh dalam
mempraktekan ilmu sastramantra ini, maka seluruh komponen tersebut diatas harus
diperhatikan dan diperhitungkan sunggu-sungguh,
semakin lengkap dan tepat komponen-komponennya dalam membuat sebuah
sastramantra akan semakin fokus dan ampuh dalam memberi pengaruh rohani pada
pemesanya.
Akan tetapi
bagi guru Jendra yang sudah dhawuh, beliu sudah tidak terikat lagi pada
aturan-aturan baku dalam penulisan sastramantra, karena sebelum membuat
sastramantra tentu akan melakukan kontak dengan cara menghadirkan roh (pribadi)
orang yang minta dibuatkan sastramantra tersebut. Melalui dhawuh yang yang
diterimanya dari roh yang dimaksud, maka kemampuan spiritualnya akan menyamakan
getaran-nya dengan dimensi yang lebih tinggi, guna memecahkan problem atau
masalah yang dihadapi oleh orang yang
datang dan memohon bantuan tersebut.
Beginilah
gambarannya : Setelah menerima getaran spiritual-nya ( gerak sejati ), sang
guru Jendra akan mengubah getaran yang terjadi disekujur tubuhnya menjadi sebuah
gerakan yang teratur. Gerakan teratur tersebut, jika diarahkan ke syaraf lidah
akan menjadi dhawuh, yang mampu menjawab
dengan tepat dan benar setiap pertanyaan-pertanyaan yang di lantunkan oleh guru
Jendra tersebut. Kejadian inilah yang di
sebut dhawuh.
Sama-sama
membutuhkan gerak sejati, bedanya antara dhawuh dengan pembuatan sastramantra
yaitu, pada saat akan melakukan penulisan sastramantra, seorang guru Jendra
justru mengarahkan gerakan teraturnya tadi, berpusat di ujung tangan (pena),
agar energi spiritual-nya bisa tertuang dalam bentuk tulisan yang kemudian
jadilah sastramantra yang sangat ampuh dan mampu memberi pengaruh pada
pemesannya. Hal ini sama persis dengan seorang empu yang akan membuat keris.
Secara
lahiriyah mungkin tulisan dalam sebuah sastramantra tidak bisa terbaca oleh
orang awam, sebab sastramantra itu hanya terlihat berupa coretan asal-asalan
saja. Akan tetapi sesunggunya tulisan
itu mengandung energy yang tepat dan sesuai untuk memperbaiki
“ketidak-selarasan” yang terjadi dalam kehidupan si pemesanya.
Bagi siswa
yang baru bergabung dalam perguruan Jendra dan berkeinginan mempelajari ilmu sastramantra
ini, tentu tidak langsung menguasai
semua komponen-komponen diatas, oleh karena itu dibuatlah tingkatan-tingkatan
dalam mempelajari ilmu sastramantra ini mulai dari BASIC (dasar) sampai tingkat
ADVANCED.
Dalam level
basic/dasar, kita akan membahas hal-hal yang fundamental terlebih dahulu, sebab
ini merupakan yang terpenting. Kita tidak akan membahas masalah aturan
falakiyyah, pemilihan tinta, pena, media, serta dupa ataupun minyak wangi yang
rumit. Namun demikian tetap akan saya singgung walaupun hanya sekilas, agar
para pembaca memiliki gambaranya.
Ada 2 hal
DASAR yang harus dikuasai oleh seseorang siswa Jendra yang berniat mempelajari
ilmu sastramantra ini, yaitu:
1. Harus
bisa baca dan tulis huruf dan angka Arab, bahasa dan Huruf Jawa ( Hanacaraka)
ataupun huruf Kanji (Cina). Dalam kesempatan ini akan saya bahas terlebih
dahulu sastramantra denga huruf Arab, hal ini saya pilih karena, baik pasien
maupun para pelaku Jendra rata-rata dari kaum muslim yang sudah tidak asing
dengan abjad ini.
2. Jika Penulisan Sastramantra ditulis dengan huruf Arab, maka penulisnya
harus hafal kaidah abjadiyyah, Apa yang dimaksud dengan KAIDAH ABJADIYYAH?
kaidah abjadiyyah adalah urut-urutan huruf dalam bahasa Arab. Urut-urutan huruf
galam kaweruh Jendra ini berbeda dengan huruf Arab yang sekarang dikenal oleh
masyarakat umum, yang memakai urut-urutan huruf Arab sebagai berikut:
ALIF-BA-TA-TSA-JIM dst.......
Sedangkan kita dalam belajar ilmu sastramantra Jendra,
memakai kaidah (urut-urutan) huruf yang sudah berusia sangat tua, bahkan
ratusan tahun sebelum Islam tersiar. yaitu "kaidah abjadiyyah" yang
biasa dihafal dengan sebutan sebagai berikut:
A – BA – JA
- DUN HA – WA - ZUN
HA – THO – YA KA – LA
– MA - NUN
SA - 'A – FA
- SHUN QO – RO - SYUN
TA - TSA KHO - DZUN
DLO – ZHO - GHUN
Inilah abjadiyyah yang saya maksud :
nah,
silahkan dihafalkan dulu kaidah abjadiyyah nya... HARUS BENAR-BENAR HAFAL... termasuk
hafal penulisannya juga.... saya wanti-wanti nih, soalnya kalau tidak hafal pastinya bakal kesulitan bener lho... Kalau di atas sudah
diterangkan abjadnya, sekarang akan saya jelaskan tentang neptu / nilai dalam angka
Arabnya. Jadinya akan seperti gambar dibawah ini :
Setelah itu, anda ‘ucapkan’ kembali KAIDAH ABJADIYYAH
yang sudah dihafal sebelumnya, sambil ditulis hurufnya satu persatu diatas
angka yang sudah tersedia… Contoh: A ditulis diatas angka 1, BA ditulis diatas
angka 2, JA ditulis diatas angka 3, DUN ditulis diatas angka 4 dst.. maka anda
akan mendapatkan sebuah kaidah abjadiyyah yang lengkap dengan neptu/nilai-nilai
pada masing-masing hurufnya, seperti gambar dibawah ini :
jadi, mulai
saat ini silahkan berlatih menuliskan angka dan bunyi KAIDAH ABJADIYYAH sampai
terbentuk rumus yang sempurna seperti diatas. Sebab, rumus itu akan selalu kita
pakai sebelum membuat Sastramantra guna menolong banyak orang................Bagaimana?
Kalau sudah,
mari kita lanjutkan pelajarannya, Setelah kita bisa membuat rumus kaidah
abjadiyyah dengan benar, kita dapat
mempergunakan rumus ini untuk menghitung neptu/nilai suatu nama, suatu kata, suatu
kalimat, ataupun suatu ayat, suatu surat, bahkan satu alquran 3- juzt
sekalipun, ataupun puisi spiritual seperti wulangreh, pupuh, kidung agung,
kidung rohani dll, yang memiliki daya spiritual.
Kalau sudah
tahu neptu/nilai dari suatu nama atau suatu ayat manfaatnya untuk apa? Jawabannya
adalah: untuk membuka tabir mistik dari ayat tersebut… Bingung? Enggak-la ya?
Kita khan sama-sama orang spiritual ...kayak orang menghitung pasaran dan hari
alias nepton, guna mencari hari baik untuk suatu peristiwa seperti : buka
pondasi rumah, watak anak dalam kelahiran, buka usaha baru atau menikahkan
maupun sunatan/khitan, pindahan rumah dll.
Ingin tahu
seperti apa aplikasinya? Mari kita praktekkan supaya tidak bingung ok…!!!?
Sekarang
coba kita pilih satu nama suci yang diyakini saudara-saudara muslim yang memiliki
energy. Gampangnya kita ambil saja dari asma-ul husna bagaimana?? Setuju?
misalnya:
AL-LATHIF
Jika ditulis
dalam huruf Arab seperti ini :
اللطيف
Sekarang
kita buang -Alif - dan –Lam- diawal kata AL-LATHIIF tadi, jadi yang kita ambil
adalah kata dasar nya, menjadi seperti berikut:
ل ط ي ف
Lho koq gak
pakai harokat?....Nah, disini bedanya huruf Arab yang di ajarkan Jendra, dengan
penulisan huruf Arab pada umumnya yang dipakai pada penulisan Al-qur’an.
Sekarang mari
kita lihat kembali rumus KAIDAH ABJADIYYAH, lihat huruf LAM neptunya berapa? Huruf THO neptunya = berapa?, Huruf YA
neptunya = berapa?, Huruf FA neptunya =
berapa? Dari tabel Kaidah abjadiyyah kita dapatkan : Lam neptunya = 30, Tho neptunya = 9, Ya neptunya = 10, Fa neptunya = 80 ( tulislah neptu/nilai-nilai ini dibawah
huruf yang bersangkutan) sehingga total nilai asma tersebut adalah 30 + 9 + 10
+ 80 = 129. inilah rahasianya mengapa asma "yaa
lathiif" secara masyhur dibaca 129
kali.
Para ulama
dan para wali guru Jendra jaman dahulu menghitungnya berdasarkan Kaidah
Abjadiyyah dan diajarkan kepada murid-muridnya untuk dibaca berulang-ulang
sejumlah nilai asma’nya. Demikian juga dengan guru-guru Jendra yang mengajarkan
dalam menjalankan kasiat sebuah mantra harus puasa berapa hari lamanya, juga
berdasarkan derajad nilai masing-masing abjad penulisan mantra tersebut.
Kita coba
lagi dengan contoh yang lain, misalkan kita ambil kalimat :
LAA ILAAHA ILLA ALLAH
jika
dituliskan kedalam huruf Arab menjadi:
لا إله الاّ
الله
Kemudian
kita pisah-pisahkan setiap huruf-nya agar memper-mudah penghitunganya :
Kemudian
tuliskan nilai huruf tepat dibawah huruf yang ber-sangkutan, lalu jumlahkan,
seperti gambar dibawah ini:
Jadi,
berdasarkan Kaidah Abjadiyyah, nilai dari sebuah kalimat Laa Ilaaha Illa Allah
itu adalah 165… inilah rahasianya mengapa para Syeikh Tariqah dan guru-guru Jendra mewajibkan murid-muridnya berdzikir minimal 165 kali dalam mewiridkan kalimat Laa Ilaaha Illa Allah tersebut.
Asal mula jumlah wirid muncul dari perhitungan
tersebut diatas. Masih penasaran? Ok.. kita coba dengan kalimat yang lebih
panjang… Kali ini kita coba dengan kalimat HASBUNALLAAHU WA NI’MAL WAKIIL… Kita
tulis dulu kalimat lengkapnya, kemudian dipisah-pisah per-huruf, lalu letakkan
nilai masing2 huruf tepat dibawah huruf yang bersangkutan, kemudian jumlahkan…
Hasilnya akan jadi seperti ini:
Oh iya, ketelitian merupakan faktor penting, oleh
karena itu perhatian dan koreksi dari
para siswa Jendra
sangat dibutuhkan. Dengan menguasai HISAB JUMAL berarti sudah jalan 50%
untuk membuat sebuah Sastramantra yang sederhana.
Karena hasil dari HISAB JUMAL itu-lah yang akan
dijadikan ISI dari setiap kotak-kotak pada sebuah Sastramantra. Lalu yang 50%
-nya lagi berada pada penguasaan pembuatan kotak Sastramantra serta tata-cara
penempatan angka/huruf pada kotak
tersebut..
Salam _/|\_
Rahayu