Sembilan
Ajaran Pokok Syekh Siti Jenar
Sebagaimana
dituturkan di atas, manusia hidup di atas bangunan opini atau pendapat orang
lain. Pada umumnya manusia tidak mengetahui hakikat hidupnya sendiri, dan tidak
mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi pada dirinya. Pikiran sebagian
besar orang merupakan pendapat orang lain, sehingga kita berbicara menggunakan
bahasa orang lain. Mereka yang berpengaruhlah yang telah menanamkan pengaruhnya
yang berupa bahasa, perilaku, pendapat, dan sebagainya untuk membangun
identitas tunggal.
Adalah
Kierkegaard (seorang filosof Barat) yang menyatakan bahwa sekelompok besar
orang selalu menghilangkan identitas pribadi. Oleh karena itu, sebagian besar
orang yang beragama (memeluk agama resmi) biasa melakukan ritual dan
menjalankan apa yang biasa dilakukan atau diharapkan oleh orang lain, tanpa
penghayatan pribadi apa yang dilakukankannya. Kebanyakan orang hidup dalam
kedangkalan dan formalisme kosong, dan demikianlah yang terjadi sehingga
seluruh generasi terjebak dipinggiran akal budi yang berlumpur. Inilah yang
menyebabkan roda kemajuan berhenti berputar.
Pendapat
sebagai hasil olah pikir manusia berkembang terus, dan bila pemikiran
seseorang, suatu golongan atau bangsa mandek, maka ia akan terlindas oleh
perubahan yang terjadi di dunia ini. Bangsa yang pemikirannya terlindas atau
tertinggal akan menemui banyak masalah dalam hidupnya, dan kenyataan itu bisa
kita saksikan dewasa ini. Perhatikanlah apa yang terjadi pada negara-negara
tidak maju atau sedang berkembang! Kemiskinan, kebodohan, mutu kesehatan yang
rendah, serta rusaknya lingkungan hidup merupakan bukti mandeknya pemikiran.
Tanpa
berpikir manusia tidaklah sama dengan hewan, tetapi malah lebih buruk daripada
kehidupan hewan. Bila hewan lapar, maka secara naluri akan tertuntun menuju
sumber makanan, tetapi tanpa berpikir untuk mencari makan manusia akan
mengalami kematian. Oleh karena itu, manusia berandai-andai, dan perlu
berasumsi. Manusia berusaha menggunakan akal-pikirannya untuk menciptakan nilai
tambah pada segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Berbagai benda diberi nilai
atau “aji” sesuai dengan tingkat kelangkaannya.
Pendapat
apabila sudah diterima oleh suatu kelompok orang maka akan menjadi kebenaran
bagi kelompok itu. Meskipun kitab-kitab suci dalam berbagai agama dikategorikan
sebagai wahyu dan bukan pendapat, tetapi dalam implementasinya tetap
menggunakan olah pikir alias pendapat. Dan, pendapat tentunya dimaksudkan untuk
menyamankan, memudahkan, dan menimbulkan kesejahteraan umat. Itulah pendapat
yang diperlukan!
Jadi, bukan
kebenaran hakiki atau kebenaran harfiah suatu pendapat yang perlu diperhatikan.
Yang perlu diperhatikan adalah apakah pendapat itu bisa digunakan untuk
menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi umat manusia, minimal bagi
mereka yang meyakini pendapat itu. Dan, yang perlu kita tolak adalah pendapat
yang menimbulkan kezaliman, kesengsaraan dan kriminalitas bagi manusia.
Nah, ajaran
pokok yang pertama dari Syekh Siti Jenar adalah tidak mengabsolutkan pendapat. Pendapat
boleh diperdebatkan, akan tetapi pendapat tidak untuk melindas pendapat orang
lain. Munculnya berbagai mazhab dalam berbagai agama di dunia membuktikan bahwa
ajaran agama pasca pendirinya sebenarnya merupakan pendapat yang dikembangkan
dari ajaran asal agama itu. Jadi, kebenaran pendapat adalah kebenaran yang
dibangun atas akseptabilitas masyarakat atau komunitas tempat pendapat itu
berkembang.
Ajaran pokok
yang kedua adalah menjadi manusia hakiki, yaitu manusia yang merupakan
perwujudan dari hak, kemandirian, dan kodrat. Hak. Kebanyakan
kita berpendapat bahwa kita harus mendahulukan kewajiban daripada hak.
Perhatikanlah para pejabat kita selalu menuntut rakyat untuk menjalankan
kewajibannya dulu sebelum mendapatkan haknya. Warga dituntut membayar pajak,
mematuhi undang-undang dan peraturan yang ditentukan oleh para elite politik,
dan melaksanakan berbagai macam kepatuhan. Menurut Syekh Siti Jenar, harus ada
hak hidup lebih dulu. Inilah kebenaran! Tak ada kewajiban apa pun yang bisa
diberikan kepada seorang bayi yang baru dilahirkan. Oleh karena itu, begitu
seorang bayi manusia dilahirkan semua hak-haknya sebagai manusia harus dipenuhi
terlebih dahulu.
Tidak peduli
ia dilahirkan di keluarga kaya atau miskin, hak memperoleh pengasuhan,
perawatan, penjagaan, perlindungan, dan mendapatkan pendidikan harus dipenuhi.
Hak-hak tersebut dipenuhi agar ia menjadi manusia yang dapat menjalankan
kewajibannya sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan negara. Dengan cara itu
akhirnya ia menjadi manusia hakiki, manusia sebenarnya yang dapat berkiprah
dalam kehidupan nyata, baik sebagai pribadi maupun warga sebuah negara. Salah
satu unsur untuk menjadi manusia yang hidup merdeka terpenuhi.
Kemandirian.
Pemenuhan hak dan kewajiban barulah tahap awal untuk menjadi manusia hakiki.
Tahap berikutnya adalah mendidik, mengajar, dan melatihnya agar bisa menjadi
manusia yang hidup mandiri. Ia harus diarahkan agar mampu hidup yang tidak
tergantung pada orang lain. Dengan demikian, kehidupan mandiri akan tercapai
bila terjadi kesalingtergantunga n antar anggota masyarakat dan sekaligus
kemerdekaan (interdependence and independence) .
Perhatikanlah
keadaan ekonomi masyarakat Indonesia sekarang ini. Kita amat sangat tergantung
pada bantuan atau hutang luar negeri. Negara yang dilimpahi kekayaan alam yang
luar biasa ini justru dihisap oleh negara-negara maju di dunia ini. Setiap bayi
yang dilahirkan yang seharusnya merupakan aset negara, ternyata tumbuh menjadi
manusia-manusia pencari kerja dan bahkan menjadi beban negara. Hal ini
disebabkan terjadinya manusia-manusia yang tergantung pada orang lain. Hubungan
yang terjadi adalah hubungan orang-orang lemah dengan orang-orang kuat. Yang
lemah merasa sangat memerlukan yang kuat, sedangkan yang kuat berbuat tidak
semena-mena terhadap mereka yang lemah.
Akibat dari
keadaan tersebut tambah tahun pengangguran akan semakin bertambah besar. Yang
menjadi gantungan relatif tetap, sedangkan yang menggatungkan diri bertambah
banyak. Terjadi relasi yang tidak seimbang, sehingga kehidupan masyarakat
menjadi rawan.