Ajaran pokok yang kesembilan: segala
sesuatu di alam semesta adalah Wajah-Nya. Inilah ajaran puncak dari Syekh
Siti Jenar. Dunia adalah manifestasi wujud yang satu, dan hakikat keberadaan
bukanlah dualitas. Sehingga, kemana pun kita hadapkan diri kita, maka
sesungguhnya kita senantiasa menghadap Wajah-Nya. Semua adalah penampakan
Wajah-Nya. Sekarang marilah kita cicipi dua bait puisi dari Syekh Siti Jenar.
diliputi
yang ilahi
hilanglah
kehambaannya
lebur lenyap
sirna lelap
digantikan
keberadaan Ilahi
kehidupannya
adalah hidup
Ilahi
Lahir batin
keberadaan sukma
yang
disembah Gusti
Gusti yang
menyembah
sendiri
menyembah-disembah
memuji-dipuji
sendiri
timbal balik
dalam hidup
ini
Jadi, pada
puncak perenungan dan keheningan diri terjadilah penegasan eksistensi diri
yang terkurung raga. Ditegaskan bahwa kehambaan telah lenyap, sudah hilang.
Bila kehambaan masih tetap eksis maka di alam semesta ini masih berada dalam
keadaan dualitas. Keadaan inilah yang menyebabkan orang terpisah dengan
Tuhannya, meskipun secara konseptual diketahui bahwa Sang Pencipta lebih dekat
daripada urat lehernya. Akan tetapi, selama keadaan dualitas belum sirna maka
secara faktual Tuhan masih jauh daripada urat lehernya, karena Tuhan dianggap
berada di luar dirinya.
Ada dualitas
artinya kita mengakui ada dua keberadaan, yaitu ada yang inferior (keberadaan
yang kualitasnya lebih rendah) dan ada yang superior (keberadaan yang
kualitasnya lebih tinggi). Jika demikian, kedua jenis keberadaan itu tumbuh
melalui proses. Semua yang tumbuh melaui suatu proses, bukanlah keberadaan yang
kekal. Dan, bilamana tiada keberadaan yang kekal, maka tak mungkin ada fenomena
atau penampakan di alam semesta.
Kita hidup
di dunia ini karena kita kanggonan (didiami) urip (hidup) yang diberikan oleh
Tuhan. Namun, badan jasmani ini hanyalah fenomena yang terikat oleh ruang,
waktu, situasi psikologis. Hakikatnya badan jasmani ini tidak ada karena badan
jasmani ini seperti gambar yang menumpang di layar perak atau layar kaca. Kalau
layar digulung atau dimatikan ya lenyaplah fenomena tersebut. Jadi, memang
benar bahwa dunia ini panggung sandiwara, dan kita adalah pemain-pemain
sandiwara. Oleh karena itu, kita harus dapat memainkan peran kita masing dengan
baik.
Lalu, apa
sasaran utama pelenyapan dualitas? Sasaran pokoknya adalah menumbuhkan
kesadaran akan ke-Satu-an, Oneness, dalam kehidupan ini, baik kehidupan kita
sebagai individu maupun secara kolektif. Dengan lenyapnya perasaan dualitas
dalam hidup ini, maka jarak antara kawula dan Gusti akan hilang. Akan lahir
individu-individu yang menjadi dirinya sendiri, dan dalam kehidupan sosial akan
tercipta interaksi antar warganya secara tim, sehingga semua akan memenuhi
fungsinya masing-masing dalam kehidupan. Sekat antara pemimpin dan yang
dipimpin akan hilang, dinding penyekat antara raja dan rakyatnya akan runtuh.
Bila ini sudah terjadi, maka tak akan ada lagi eksploitasi terhadap sesama
manusia.
Pelenyapan
sekat antara kawula (hamba, rakyat, atau bawahan) dan Gusti (raja, pemimpin,
atau atasan) akan melahirkan satu keberadaan yang disebut Manunggaling Kawula
Gusti. Keberadaan MKG ini akan menggugurkan kehidupan yang berkasta dan
merontokkan feodalisme. Relasi sesama manusia berupa simbiose mutualisme, yaitu
hubungan yang saling menguntungkan. Sesama manusia hidup dalam suasana liberte,
egalite dan fraternite, yaitu hidup dalam kemerdekaan, persamaan dan
persaudaraan antara sesama manusia di dunia ini. Dari sinilah Syekh membangun
hubungan warga dengan wadah yang disebut masyarakat, yang tidak dijumpai di
Timur Tengah pada waktu itu.
Memang
masyarakat merupakan kosa kata yang dibentuk dari unsur-unsur kata Arab, yaitu
dari syarika yang artinya menjadi sekutu; dan masyarakat adalah kumpulan
orang-orang yang bersekutu. Jadi, setiap anggota masyarakat itu seperti sel-sel
tubuh yang independen, namun selalu berinteraksi sesuai dengan peran dan
fungsinya masing-masing. Setiap anggota masyarakat mengetahui tugasnya.
Terciptalah jalinan kasih. Inilah surga yang sesungguhnya yang harus diwujudkan
di dunia ini. Dengan demikian, konsep MKG sebenarnya untuk menciptakan
kehidupan bersama dalam mencapai kejayaan! ( Sastra Jendra Hayuningrat Pangruating Diyu)
Rangkuman catatan dialog antar Umat Beragama :
Jakarta, 21
Mei 2009 di Kediaman Bpk. Achmad Chodjim,
materi ini juga di sampaikan di Hotel
Indonesia Kempinski-Grand Indonesia, pada tanggal19 Mei 2009
Ir.
Achmad Chodjim MM, adalah penulis buku :
*) “Syekh Siti jenar: Makna Kematian (jilid
1)”,
*) “Syekh Siti Jenar: Makrifat dan Makna Kehidupan (jilid 2)”
*) “Mistik dan
Makrifat Sunan Kalijaga”.
Sebelum beranjak dari halaman ini, saya sangat senang sekali jika Anda bersedia
meluangkan sedikit waktu untuk memberi Like dan Share serta G+1 pada
artikel ini, dengan demikian artikel ini juga dapat dibaca oleh sahabat, teman
dan orang terdekat Anda serta orang yang membutuhkannya. Sekaligus
mendukung kami dalam mengikuti kontes blog yang di adakan oleh :
Untuk
menambah wawasan, kunjungi juga blog Jendro lainnya :