Minggu, 24 Januari 2016

Gumelaring Jagad - Awalnya Penciptaan Kahyangan


Pemaparan Dhawuh Ki Wongsodjono :


Pendahuluan.
Siswa Jendra dan para pembaca yang budiman. Tulisan ini adalah terjemahan dhawuh dan piwulang Eyang Wongsodjono, dalam menjawab pertanyaan para siswa sekalian. Sekaligus memberikan piwulang tentang asal-mula jagad raya ini diciptakan.
Pengetahuan ini pada awalnya hanya disimpan dalam bentuk dongeng dan cerita wayang dan cerita itupun tidak semua dalang wayang menguasainya. Sehingga tak banyak yang mengajarkan tentang pengetahuan ini.

Berbeda dengan pengajaran agama-agama yang ada di muka bumi ini, kawruh Jendra Hayuningrat, menerima semua pengetahuanNya melalui Dhawuh yang disampaikan oleh Guru Sejati masing-masing siswa atau Guru Bathin setiap paguyuban dalam suatu hirarki perguruan.

Tak heran, walau tanpa catatan resmi atau yang lazim disebut kitab suci, semua pamencar kawruh kasepuhan (perguruan) telah mengajarkan hal yang sama terhadap semua siswanya, baik yang sejaman maupun jauh sebelum orang tersebut dilahirkan. Mulai tentang penciptaan, budi-pekerti, laku-spiritual maupun sangkan-paran ing dumadi.

Piwulang atau Dhawuh Eyang Wongsodjono :

Pada awalnya, saat Alam Semesta ini masih dalam kahanan suwung [kosong], belum ada kehidupan, tidak ada bintang, tidak ada planet-planet, dan tidak ada unsur apapun, hanya terdapat sebuah sosok yang bernama Sang Hyang Ogra Pesti, wujud Beliau tidak kelihatan karena diselimuti oleh cahaya yang sangat berkilau.
Sang Hyang Ogra Pesti yang tak lain adalah Sang Maha Pencipta kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Bramana Wasesa.
Sang Hyang Bramana Wasesa kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Toya Wasesa.
Sang Hyang Toya Wasesa kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Wiji Wasesa Jagad.
Sang Hyang Wiji Wasesa Jagad kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Wasesa Jagad Pramana.
Sang Hyang Wasesa Jagad Pramana kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Jagad Kitaha.
Sang Hyang Jagad Kitaha kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Atmana.
Sang Hyang Atmana kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Atmani.
Sang Hyang Atmani kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Arta Etu.
Sang Hyang Arta Etu kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Wilangan.
Sang Hyang Wilangan kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Kasaha Etu Jagad.
Sang Hyang Kasaha Etu Jagad kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Tunggal.
Sang Hyang Tunggal kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Wenang atau yang dikenal juga dengan nama Sang Hyang Podo Winenang, terhadap Beliu-lah kita mengenal-Nya lewat sosok Eyang Wongsodjono, yang menjadi Guru Bathin kita para siswa Jendra Hayuningrat.
Sang Hyang Wenang (Eyang Wongsodjono) kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Wening.
Berturut-turut dari Sang Hyang Ogra Pesti yang berputra Sang Hyang Bramana Wasesa sampai ke Sang Hyang Wening, semuanya tinggal di Kahyangan Alang-Alang Kumitir.
Sang Hyang Wening atas seijin dari sang rama yaitu Sang Hyang Wenang kemudian menciptakan Kahyangan Manik Maninten yang letaknya di bawah Kahyangan Alang-Alang Kumitir dan juga menciptakan sebuah telur. Kemudian telur diremas dan pecah menjadi 3 bagian dan semua bagian melayang-layang. 

Bagian pertama adalah kulit atau cangkang telur yang walaupun remuk dan retak-retak tetapi tetap melayang-layang, begitu juga bagian isi yaitu putih telur dan kuning telur, akan tetapi pada awalnya bagian putih telur dan kuning telur masih menyatu dan tersambung.
Kemudian oleh Sang Hyang Wening, bagian cangkang telur disabda menjadi sosok yang bernama Batara Antiga atau nama lainnya adalah Teja Mantri. Setelah itu putih telur dan kuning telur dipisah oleh Sang Hyang Wening, dari putih telur disabda menjadi sosok yang bernama Batara Ismaya, sedangkan bagian kuning telur yang masih melayang-layang kemudian ditangkap dan disabda menjadi sosok yang bernama Batara Manik Maya.

Ketiganya, yaitu Batara Antiga, Batara Ismaya dan Batara Manik Maya berparas sangat tampan dan tinggal rukun di Kahyangan Manik Maninten dan setelah itu Sang Hyang Wening kembali ke Kahyangan Alang-Alang Kumitir.
Batara Antiga adalah Dewa yang pertama kali mencoba untuk keluar dari Kahyangan Manik Maninten dan mencoba meniru kebisaan dari Sang Hyang Wening dengan melakukan berbagai sabda, karena kesalahan sabda maka terciptalah para lelembut yang jumlahnya sangat banyak. Dan dikarenakan para lelembut itu membutuhkan tempat, maka Sang Hyang Wening kemudian menciptakan Kahyangan Setra Ganda Layu yang letaknya ada di bawah dari Kahyangan Manik Maninten.
Setelah itu Sang Hyang Wening mengambil bagian dari Batara Ismaya dan disabda menjadi Batari Kanestren yang kemudian menjadi istri dari Batara Ismaya, juga kemudian mengambil bagian dari Batara Manik Maya dan disabda menjadi Batari Uma yang kemudian menjadi istri dari Batara Manik Maya.
Sedangkan Batara Antiga menjadi wadat / selibat [tidak mempunyai pasangan] dikarenakan beliau perwujudan dari cangkang telur, yaitu suatu bagian yang tidak dapat menjadi makhluk hidup.
Dari pasangan Batara Ismaya dengan Batari Kanestren dan Batara Manik Maya dengan Batari Uma inilah awal terjadinya penciptaan melalui proses reproduksi atau mempunyai keturunan.
Berikut keturunan dari Batara Ismaya dengan Batari Kanestren adalah :
  •  Batara Wungkuam
  •   Batara Wrespati
  •   Batara Yamadipati
  •   Batara Surya
  •   Batara Kuwera
  •   Batara Kamajaya
  •   Batari Darmanastiti
  •   Batara Hananta Boga
  •   Batara Baruna
  •   Batara Wisnu
  •   Batara Platuk Temboro
Keturunan dari Batara Manik Maya dengan Batari Uma adalah :
  •  Batara Sambo
  •  Batara Brama
  •  Batara Indra
  •  Batara Bayu
Kelak kemudian Sang Hyang Wening menciptakan pasangan buat putra-putri para Batara dan Batari itu dan menciptakan Kahyangan untuk mereka yang letaknya di bawah Kahyangan Manik Maninten tetapi di atas Kahyangan Sentra Ganda Layu.
Lalu dari para Batara dan Batari itu lahirlah putra-putri mereka yaitu para Dewa dan Dewi, kemudian dibuatkan oleh Sang Hyang Wening Kahyangan untuk para Dewa-Dewi itu yang letaknya di bawah Kahyangan dari para Batara-Batari dan di atas Kahyangan Setra Ganda Layu.
Para Dewa dan Dewi kemudian saling berpasangan dan lahirlah putra-putri mereka yaitu para Widadara dan Widadari, kemudian dibuatkan oleh Sang Hyang Wening Kahyangan untuk para Widadara-Widadari itu yang letaknya di bawah Kahyangan dari para Dewa-Dewi dan di atas Kahyangan Setra Ganda Layu.
Para Widadara dan Widadari kemudian saling berpasangan dan lahirlah putra-putri mereka yaitu para Hapsara dan Hapsari, kemudian dibuatkan oleh Sang Hyang Wening Kahyangan untuk para Hapsara-Hapsari itu yang letaknya di bawah Kahyangan dari para Widadara-Widadari dan di atas Kahyangan Setra Ganda Layu. Para Hapsara dan Hapsari tinggal di Kahyangan yang bernama Kahyangan Suralaya, mereka dikenal juga dengan sebutan Dang Hyang atau Danyang.
Saat itu para penghuni di Kahyangan Setra Ganda Layu sudah terlalu banyak, banyak lelembut dan drubiksa [raksasa] yang memang tidak mengetahui nilai-nilai tataran mulai jahil dengan seenaknya mengunjungi Kahyangan Suralaya maupun Kahyangan lainnya.
Hal itu yang kemudian membuat Sang Hyang Wening merencanakan untuk mulai menggelar jagad raya, dengan menciptakan Sela Matangkep atau Pintu Pengarip sebagai batasan dunia, jadi para penghuni Kahyangan Setra Ganda Layu tidak dapat lagi dengan seenaknya naik ke Kahyangan Suralaya dan Kahyangan-Kahyangan lain yang lebih tinggi.
Atas sabda dari Sang Hyang Wening, kemudian diutuslah Sang Hyang Batara Ismaya, Sang Hyang Batara Brama, Sang Hyang Batara Indra, Sang Hyang Batara Surya, Sang Hyang Batari Ratih, Sang Hyang Batara Bayu, Sang Hyang Batara Hananta Boga, Sang Hyang Batara Baruna dan Sang Hyang Batara Wisnu untuk menciptakan tempat di luar Sela Matangkep.
Saat itulah baru terciptanya dunia, dimulai dengan adanya Bintang yang diciptakan oleh Sang Hyang Batara Ismaya atau dikenal juga dengan nama Sang Hyang Batara Kartika.
Sang Hyang Batara Brama bersama-sama dengan Sang Hyang Batara Hananta Boga dan Sang Hyang Batara Wisnu menciptakan Bumi dan planet-planet yang lain.
Bumi sendiri diciptakan awalnya dari sebuah gumpalan api yang dibuat oleh Sang Hyang Batara Brama yang kemudian dilapisi oleh jangkar bumi dan cangkang bumi oleh Sang Hyang Batara Hananta Boga dan Sang Hyang Batara Surya memindahkan kaki Kahyangan Ekacakra mendekati Bumi yang sekarang kita kenal dengan nama Matahari.
Kemudian Sang Hyang Batari Ratih juga memindahkan kaki Kahyangan Cakra Kembang ke dekat Bumi yang kita kenal dengan nama Bulan, Sang Hyang Batara Bayu menciptakan atmosfir serta Sang Hyang Batara Indra menciptakan hujan. Bumi pada waktu itu masih panas karena belum ada lautan.
Baru setelah itu diturunkanlah para lelembut dan drubiksa ke Bumi atau Arcapada, akan tetapi ternyata setelah itu terjadi saling serang antara mereka untuk memperebutkan wilayah yang mereka sukai.
Sehingga kemudian diturunkan juga para Hapsara dan Hapsari serta para Widadara dan Widadari ke Arcapada untuk membuat hirarki di Arcapada agar terjadi kestabilan dan keamanan di Arcapada.
Kemudian oleh Sang Hyang Wening diciptakanlah Dang Hyang penunggu Bumi :
    Untuk Jagad Wetan [timur] ditempati oleh Pecuk Pecu Kilan
    Untuk Jagad Kulon [barat] ditempati oleh Cakrawangsa
    Untuk Jagad Lor [utara] ditempati oleh Kaneka Putra
   Untuk Jagad Kidul [selatan] belum terisi, tapi kemudian ditempati oleh Andana dan Andini.
    Untuk Jagad Awang-Awang [angkasa] dipercayakan kepada Garuda Yaksa Retna Peksi Jala Dara.
Setelah situasi di Arcapada cukup aman, baru kemudian oleh Batara-Batari yang ditugaskan [tanpa Sang Hyang Hananta Boga] diciptakanlah tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan.
Adalah Sang Hyang Batara Brama yang pertama kali menciptakan manusia, diambil dari tanah dan dibuat dengan kepalan tangannya, karena Sang Hyang Batara Brama adalah Dewa Api maka wujud manusia yang dibuat terlalu gosong, makanya kemudian disebut dengan Bangsa Keling. Proses penciptaan manusia pertama itu terjadi di daratan Jawa di Gunung Bromo, dan manusia yang diciptakan saat itu suhunya sangat panas untuk tinggal di dataran rendah sehingga mereka hanya dapat hidup di ketinggian yang suhunya lebih dingin.
Kemudian Sang Hyang Batara Wisnu juga menciptakan manusia dan terwujudlah sosok manusia yang lebih baik dan sempurna [seperti manusia sekarang ini], kejadian itu masih di daratan Jawa di GunungPawinihan [sekarang Gunung Wilis]. Tetapi saat itu manusia ciptaan Sang Hyang Batara Wisnu kondisi suhunya masih sama karena hanya mampu tinggal di tempat dingin. Manusia ciptaan itu menjadi rebutan dari para Hapsara dan Hapsari untuk dimomong oleh mereka.
Maka diaturlah agar manusia mempunyai keturunan dulu dan kemudian anak-anak mereka langsung di bawa oleh para Hapsara dan Hapsari untuk kemudian wajahnya dibentuk sesuai dengan wajah dari para Hapsara dan Hapsari yang memomongnya. Hal ini dilakukan agar Arcapada dapat dipenuhi oleh manusia untuk keseimbangan alam semesta.
Delapan Batara dan Batari yang ikut dalam proses penciptaan manusia dan Prawita Sari [air suci keabadian], yaitu Sang Hyang Batara Ismaya, Sang Hyang Batara Brama, Sang Hyang Batara Indra, Sang Hyang Batara Surya, Sang Hyang Batari Ratih, Sang Hyang Batara Bayu, Sang Hyang Batara Baruna dan Sang Hyang Batara Wisnu inilah yang disebut dengan Hasta Brata, Hasta berarti delapan dan Brata berarti laku, watak, atau sifat utama yang di ambil dari sifat alam.
    Sang Hyang Batara Ismaya/ Sang Hyang Batara Kartika mewakili sifat Bintang
    Sang Hyang Batara Brama mewakili sifat Api
    Sang Hyang Batara Indra mewakili sifat Langit/ Angkasa
    Sang Hyang Batara Surya mewakili sifat Matahari
    Sang Hyang Batari Ratih mewakili sifat Bulan
    Sang Hyang Batara Bayu mewakili sifat Angin
    Sang Hyang Batara Baruna mewakili sifat Air
    Sang Hyang Batara Wisnu mewakili sifat Bumi/ Tanah
Kemudian para Batara-Batari dan Dewa-Dewi turun ke bumi dan mulai mengajarkan pola kehidupan kepada umat manusia, hal itu dilakukan agar manusia kemudian secara otomatis dan naluria akan mengajarkan kepada keturunannya juga, sehingga tidak perlu setiap generasi berikutnya dari keturunan manusia yang lahir, para Batara-Batari dan Dewa-Dewi harus turun ke Arcapada untuk mengajarkan pola yang sama.

Beberapa pola kehidupan yang diajarkan kepada manusia itu antara lain :
    Sang Hyang Batara Brama mengajarkan kepada manusia bagaimana caranya membuat perkakas, peralatan dan mesin-mesin peaswat.
    Sang Hyang Batara Wisma Karma mengajarkan manusia cara membuat rumah tinggal, tempat persinggahan, penginapan.
    Sang Hyang Batara Iswara mengajarkan manusia cara berbicara, bernyanyi, ngidung pamuji dan manembah.
    Sang Hyang Batara Wisnu mengajarkan aturan antar manusia, aturan-aturan berkehidupan untuk tidak saling menjegal, tidak saling membunuh atau produk hukum.
    Sang Hyang Batara Mahadewa mengajarkan manusia caranya membuat perhiasan, tata rias dan busana atau pakaian.
    Sang Hyang Batara Cipta Gupta mengajarkan manusia caranya mengenal dan membuat warna-warni dan masih banyak lagi yang lain-lainnya.
Manusia-manusia awal yang tercipta di Arcapada ini baik yang di Gunung Bromo maupun yang di Gunung Pawinihan dinamakan Bangsa Keling dari kata 'kelingan' yang mengingatkan tentang awal penciptaan, struktur komunal pertama manusia dinamakan Kerajaan Keling dengan Kraton-nya berada di lereng Gunung Pawinihan yang dipimpin oleh Sang Maha Prabu Radite yang dimomong oleh Sang Hyang Batara Wisnu.
Semua peristiwa sebagai bagian dari awal peradaban ini terjadi di jaman sedang Kala Kukila pada jaman besar Kali Swara, di mana saat itu belum diciptakan lautan dan putaran Bumi masih belum stabil.
[Keterangan tentang urutan jaman ada di pengajaran atau piwulang tentang Pembagian Jaman Jangka Jayabaya]
Sang Hyang Wening merasa, sudah saatnya setelah jagad di gelar harus ada hirarki keseluruhan untuk menata alam semesta ini. Untuk memimpin jalannya kehidupan Alam Semesta akan dipilih seorang pimpinan yang bergelar Ratu Tri Loka Buwana [Tri = tiga, Loka = tempat, Buwana = dunia] yang menguasai 3 dunia; Arcapada [Bumi, dunia di mana manusia tinggal], Madyapada [dunia gaib], dan Mayapada [Kadewatan, dunia luhur tempat mulai dari Hapsara-Hapsari sampai Batara-Batari].
Maka sebelum dipilih siapa yang layak untuk menjadi Ratu Tri Loka Buwana, Sang Hyang Wening mencipta Kahyangan Jong Giri Saloka tempat bakal Ratu Tri Loka Buwana menetap dan mengatur Alam Semesta. Kahyangan Jong Giri Saloka ini terletak di bawah Kahyangan Alang- Alang Kumitir dan di atas Kahyangan Manik Maninten.
Dua putra dari Sang Hyang Wening, yaitu Sang Hyang Batara Antiga dan Sang Hyang Batara Ismaya sangat meminati posisi Ratu Tri Loka Buwana tersebut, maka kemudian disepakatilah antar mereka berdua untuk adu kesaktian guna menunjukkan siapakah yang lebih layak menjadi Ratu Tri Loka Buwana.
Proses adu kesaktian itu adalah barang siapa yang dapat memakan atau menelan Jamur Dwipa [bentuk gunung yang sangat besar] maka dialah yang layak menjadi Ratu Tri Loka Buwana. Sang Hyang Batara Antiga menelan Jamur Dwipa, tetapi gagal dan mulut dari Sang Hyang Batara Antiga malah sobek, kemudian giliran Sang Hyang Batara Ismaya mencoba menelan Jamur Dwipa, ternyata berhasil ditelan tetapi tidak dapat dimuntahkan kembali. Pada saat itulah Sang Hyang Wening rawuh dan sangat tidak berkenan dengan adu kesaktian yang dilakukan oleh Sang Hyang Batara Antiga dengan Sang Hyang Batara Ismaya.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban dari apa yang telah mereka lakukan, maka kemudian Sang Hyang Wening mengeluarkan sabda yang mengunci bentuk mereka di mana kondisi mulut dari Sang Hyang Batara Antiga sobek dan perut dari Sang Hyang Batara Ismaya membesar karena terisi Jamur Dwipa.
Dalam wujud seperti itulah maka Sang Hyang Batara Antiga juga dikenal dengan nama Togog atau Ki Lurah Togog ; sedang Sang Hyang Batara Ismaya dikenal dengan nama Semar atau Ki Lurah Semar Badranaya.
Sang Hyang Batara Antiga alias Togog           Semar alias Sang Hyang Batara Ismaya
Kemudian Sang Hyang Wening menunjuk Sang Hyang Batara Manik Maya yang karena tidak ikut dalam adu kesaktian dan hanya menjadi penonton saja itu menjadi Ratu Tri Loka Buwana. Sang Hyang Batara Manik Maya merasa kegirangan apalagi dari antara tiga bersaudara Sang Hyang Batara Manik Maya yang sekarang wajahnya paling tampan, karena kakak-kakaknya sudah berubah wujud semua. Hal itu tak luput dari perhatian Sang Hyang Wening, maka kemudian disabdalah wajah dari Sang Hyang Manik Maya menjadi buruk rupa, sebagai penanda untuk tidak mempunyai sifat sombong hati.
Sebagai Ratu Tri Loka Buwana, Sang Hyang Batara Manik Maya kemudian bergelar Sang Hyang Batara Guru, atau dikenal juga dengan nama Sang Hyang Syiwa atau Sang Hyang Jagad Pratingkah. Kemudian Sang Hyang Batara Guru bersama dengan Batari Uma menempati Kahyangan Jong Giri Saloka dan bertugas sebagai Ratu Tri Loka Buwana.
Sang Hyang Wening kemudian menugaskan Ki Lurah Togog dan Ki Lurah Semar untuk menjadi pamomong bagi umat manusia di Arcapada. Ki Lurah Togog menjadi pamomong umat manusia di belahan Barat dan Utara dari Arcapada, sedangkan Ki Lurah Semar menjadi pamomong untuk umat manusia di belahan Timur dan Selatan dari Arcapada.
Karena mereka berdua masing-masing memerlukan teman dalam perjalanan mereka menjadi pamomong di Arcapada, maka kemudian Ki Lurah Togog menciptakan teman seperjalanannya yang bernama Sarawita atau dikenal dengan nama lain Bilung.
Sedang Ki Lurah Semar juga menciptakan teman seperjalanan yang diambil dari bayangannya sendiri yang diberi nama Bagong.
Sarawita / Bilung dan Bagong
Berita tentang terpilihnya Sang Hyang Batara Manik Maya menjadi Ratu Tri Loka Buwana ternyata membuat gerah para Dang Hyang penunggu Bumi, mereka merasa bahwa Sang Hyang Batara Manik Maya tidak pantas menjadi Ratu Tri Loka Buwana karena dianggap kalah wibawa dan kurang sakti dari kakak-kakaknya. Para Dang Hyang penjuru Bumi merencanakan untuk melakukan protes dengan mengadakan penyerbuan ke Kahyangan Jong Giri Saloka.
Pertama kali yang menyerbu ke Kahyangan Jong Giri Saloka adalah Kaneka Putra sang Dang Hyang Jagad Lor. Dalam perjalanannya ke Kahyangan Jong Giri Saloka dan baru sampai di Sela Matangkep, Dang Hyang Jagad Lor Kaneka Putra bertemu dengan rombongan Ki Lurah Semar bersama dengan Bagong dan Ki Lurah Togog bersama dengan Sarawita yang akan turun ke Arcapada untuk melaksanakan tugas sebagai pamomong umat manusia.

Terjadilah pertempuran sengit antara Ki Lurah Semar dengan Kaneka Putra, akhirnya Kaneka Putra tunduk karena terkena Aji Kemayan dari Li Lurah Semar sehingga bentuknya menyerupai wujud pendek seperti yang sekarang kita kenal.
Sang Hyang Batara Narada | Resi Aneka Putra
Karena kepandaian dan kepintarannya dalam bertempur, maka oleh Ki Lurah Semar, Dang Hyang Jagad Lor Kaneka Putra kemudian ditugaskan untuk menjadi penasehat utama Kahyangan Jong Giri Saloka untuk mendampingi Sang Hyang Batara Guru dalam mengelola Alam Semesta dan bergelar Sang Hyang Batara Narada atau Resi Kaneka Putra.
Kemudian secara bersamaan naiklah Dang Hyang Jagad Wetan Pecuk Pecu Kilan dan Dang Hyang Jagad Kulon Cakrawangsa untuk menyerbu Kahyangan Jong Giri Saloka. Di Sela Matangkep, mereka bertemu dengan rombongan Ki Lurah Semar dan rombongannya yang baru saja bertempur dengan Dang Hyang Jagad Lor Kaneka Putra.
Oleh Ki Lurah Semar kedatangan kedua Dang Hyang Jagad itu disambut secepat kilat dengan cara menjambak rambut Pecuk Pecu Kilan dan rambut Cakrawangsa serta dibenturkan satu-sama lain sehingga mereka berubah wujud dan langsung tunduk kepada Ki Lurah Semar. Setelah berubah wujud, Pecuk Pecu Kilan berubah nama menjadi Petruk dan Cakrawangsa berubah nama menjadi Gareng, serta mereka berdua akan mengiringi kemanapun Ki Lurah Semar Badranaya dan Bagong akan menempuh perjalanannya dalam memomong umat manusia di belahan Timur dan Selatan Arcapada ini.
Cakrawangsa | Gareng - Pecuk Pecu Kilan | Petruk
Dang Hyang kembar Jagad Kidul yaitu Andana dan Andini melakukan penyerbuan pula ke Kahyangan Jong Giri Saloka, setelah melihat cara Ki Lurah Semar menaklukkan Pecuk Pecu Kilan dan Cakrawangsa, Sang Hyang Batara Guru melakukan hal yang sama pula kepada Andana dan Andini. Begitu Andana dan Andini tiba di Kahyangan Jong Giri Saloka, maka secepat kilat dibenturkanlah kepala dari Andana dan Andini sehingga mereka langsung takluk.

Oleh Sang Hyang Batara Guru, Andana dan Andini kemudian disabda menjadi Lembu Nandini dan menjadi Dampar Kencana Kahyangan Jong Giri Saloka.
Dang Hyang Awang-Awang yaitu Garuda Yaksa Retna Peksi Jala Dara juga melakukan penyerbuan ke Kahyangan Jong Giri Saloka, tetapi di tengah perjalanan dia bertemu dengan Sang Hyang Batara Wisnu. Terjadilah pertempuran yang berakhir dengan tunduknya Garuda Yaksa Retna Peksi Jala Dara kepada Sang Hyang Batara Wisnu, sejak saat itulah Garuda Yaksa Retna Peksi Jala Dara dijadikan tunggangan dari Sang Hyang Batara Wisnu.
Sang Hyang Batara Guru dengan Lembu Nandini sebagai Dampar Kencana
Setelah semua berjalan normal kembali, sebagai Ratu Tri Loka Buwana, Sang Hyang Batara Guru kemudian membentuk beberapa formasi jagad baru, dengan beliau sendiri sebagai Pusat:
    Sang Hyang Batara Syiwa di Pusat
    Sang Hyang Batara Brama di penjuru Selatan
    Sang Hyang Batara Wisnu di penjuru Utara
    Sang Hyang Batara Iswara di penjuru Timur
    Sang Hyang Batara Mahadewa di penjuru Barat
    Sang Hyang Batara Sambu di penjuru Timur Laut
    Sang Hyang Batara Maheswara di penjuru Tenggara
    Sang Hyang Batara Rodra di penjuru Barat Daya
    Sang Hyang Batara Sangkara di penjuru Barat Laut
Formasi ini dinamakan Langlang Buwana atau Pangider-ider Bumi atau Dewa 9 Penjuru Jagad.
Juga kemudian ditunjuklah penanggungjawab untuk 7 bagian lapisan Bumi.
    Eka Pratala atau Kerak Bumi di bawah kekuasaan Dewi Pertiwi
    Dwi Pratala di bawah kekuasaan Dewi Kusika
    Tri Pratala di bawah kekuasaan Dewi Gangga
    Catur Pratala di bawah kekuasaan Dewi Sindula
    Panca Pratala di bawah kekuasaan Dewi Danampalan
    Sad Pratala di bawah kekuasaan Batari Manikem
    Sapta Pratala atau Inti Bumi di bawah kekuasaan Sang Hyang Batara Hananta Boga


Bersambung
Salam _/\_ Rahayu