Jumat, 15 Februari 2013

Menelisik Rahasia Filsafat Kejawen Bag 1


Oleh. Ki Budi Siswanto
Dalam acara Saresehan Kejawen di lereng G. Merapi
Thn anggaran 2002/2003

 Rahayu...!
      Dalam literatur dan kaidah kebudayaan Jawa tidak ditemukan adanya pakem dalam kalimah do’a serta tata cara baku menyembah Tuhan. Dalam budaya Jawa dipahami bahwa Tuhan Maha Universal dan kekuasaanNya tiada terbatas. Begitu juga dalam kejawen, karena Kejawen bukanlah agama, maka dalam falsafah kejawen yang ada hanyalah wujud laku spiritual dalam tataran batiniahnya, dan laku ritual dalam tataran lahiriahnya. Laku ritual merupakan simbolisasi dan kristalisasi dari laku spiritual.

      Kita ambil contoh misalnya mantra, sesaji, laku sesiri' / siri'an (menghindari sesuatu  atau pantangan terhadap makanan tertentu) serta laku semedi atau meditasi dan tapa brata. Banyak kalangan yang tidak memahami asal usul dan makna dari semua itu, lantas begitu saja timbul suatu asumsi bahwa mantra sama halnya dengan do’a. Sedangkan sesaji, laku sesirih dan laku semedi dipersepsikan sama maknanya dengan ritual menyembah Tuhan. Asumsi dan persepsi ini salah besar, dalam hal ini menimbulkan kesalah-fahaman, yaitu orang-orang yang tidak faham lalu bertanya pada seseorang tidak faham pula, maka menjawab sebisanya karena memang tidak faham lalu berusaha memberikan pemahaman yang salah.

      Menurut para pengamat, kaum akademisi dan budayawan, ada suatu unsur kesengajaan untuk mempersepsikan dan mengasumsikan secara tidak tepat dan melenceng dari makna yang sesungguhnya. Semoga hal ini bukan termasuk upaya politisasi sistem kepercayaan, untuk mendestruksi budaya Jawa yang sudah mbalung sungsum di kalangan suku Jawa, dengan harapan supaya terjadi loncatan paradigma kearifan lokal kepada paradigma asing yang secara naratif menjamin surga. Awal dari penggeseran ini dilakukan oleh bangsa asing yang akan menjalankan praktik imperialisme dan kolonialisme di bumi nusantara sejak ratusan tahun silam.

      Baiklah, terlepas dari semua anggapan, asumsi maupun persepsi di atas ada baiknya dikemukakan wacana yang mampu mengembalikan persepsi dan asumsi terhadap ajaran kejawen sebagaimana makna yang sesungguhnya. Setidaknya, kejawen dapat menjadi monumen sejarah yang akan dikenang dan dikenal oleh generasi penerus bangsa ini. Agar menumbuhkan semangat berkarya dan nasionalisme di kalangan generasi muda. Di samping itu ada kebanggaan tersendiri, sekalipun zaman sekarang dianggap remeh namun setidaknya nenek moyang bangsa Indonesia pernah membuktikan kemampuan menghasilkan karya-karya agungnya yang tak terrnilai tingginya di muka Bumi Nusantara ini. Rahayu..!

Tidak ada komentar: