Sabtu, 27 April 2013

Menelisik Rahasia Filsafat Kejawen Bag 4


Wahyu Purba

Rahayu.....!
         Anugrah dalam terminologi Kejawen dikenal istilah Wahyu Purba. Kata Purba, menurut kamus Purwadarminta mempunyai arti memelihara. Wahyu Purba mempunyai pengertian, Dewa Wisnu atau sama hakekatnya dengan kebenaran Illahiah, adalah bersifat memelihara. Ini suatu pelajaran hidup yang mengandung rumus Tuhan, bahwa di dalam kehidupan alam semesta dengan segala isinya termasuk juga manusia, semua dipelihara oleh kebenaran sejati, yakni kebenaran Illahi. Di mana kehidupan alam semesta dan manusia akan mengalami keselarasan, keselamatan, ketenteraman, kebahagiaan dan kesejahteraan apabila nilai kebenaran bisa dihayati dan ditegakkan dengan baik dan benar.

         Walaupun manusia percaya bahwa hidup ini dipelihara oleh kebenaran Illahi atau kebenaran Tuhan, masih juga terdapat ketidakbenaran dan kejahatan yang dapat menimbulkan kekacauan dan mengganggu keselarasan, kebahagiaan, ketentraman dan kesejahteraan. Semua itu terjadi sebagai akibat ke-nekad-an manusia melakukan pelanggaran hukum kebenaran. Untuk memelihara ketenteraman dan kesejahteraan dunia maka dewa Wisnu turun ke dunia menitis pada Prabu Arjunawijaya (Arjunasasrabahu) raja Negara Maespati, dan kepada Ramawijaya, raja Negara Ayodya.


Wahyu Dyatmika (Jatmiko) / Dawuh

          Barang siapa yang berhasil membangun harmonisasi dan sinergi atau keselarasan energi antara jagad kecil (microkosmos) yang ada di dalam diri pribadi (inner world) dengan jagad raya ( Macrokosmos) akan disebut sebagai orang yang sudah memperoleh wahyu dyatmika ( Dawuh ). Dyatmika berarti batin, atau hati, wahyu dyatmika artinya wahyu Tuhan yang diterima seseorang untuk memiliki daya linuwih meliputi daya cipta, daya rasa, dan daya karsa yang disebut sebagai prana. Prana dalam terminologi Jawa berbeda dengan perguruan tenaga "Dalam Prana" sebagaimana dikenal masyarakat sebagai seni bela diri dan olah tenaga dalam.



Hubungan Mantra dengan Prinsip Keselarasan

Mantra adalah Teknologi ketuhanan di masa lampau (Kuno). Perlu kami tegaskan lagi bahwa mantra bukanlah do’a, akan tetapi merupakan sejenis senjata atau alat berwujud kata-kata atau kalimat sebagai teknologi spiritual tingkat tinggi hasil karya leluhur nusantara di masa silam. Mantra dibuat melalui tahapan spiritual yang tidak mudah, bentuknya laku prihatin, perilaku utama dan maneges kepada Tuhan, yang ditempuh dengan cara tidak ringan. Hasilnya beragam, secara garis besar ada dua jenis mantra (baca; senjata) yakni:

1. Mantra khusus menurut fungsinya, hanya dapat digunakan untuk keperluan tertentu misalnya menaklukkan musuh di medan perang. Atau diperuntukkan sebagai alat medis sebagai mantra untuk penyembuhan.

2. Mantra khusus menurut sifatnya, dibagi dua: 
          Pertama, mantra yang hanya dapat bekerja jika digunakan untuk hal-hal sifatnya baik saja. Mantra jenis ini tidak dapat disalah-gunakan untuk hal-hal buruk oleh si pemakai. Mantra jenis ini paling sering digunakan di lingkungan kraton sebagai salah satu tradisi turun temurun. 
            Kedua, mantra yang bersifat umum, bebas digunakan untuk acara dan keperluan apa saja tergantung kemauan si pemakai. Ibarat pisau dapat digunakan sebagai alat bedah operasi, alat memasak, atau disalah-gunakan untuk mencelakai orang. Namun mantra jenis ini setiap penyalahgunaannya pasti memiliki konsekuensi yang berat berupa karma atau hukuman Tuhan ( bendu ) yang dirasakan langsung maupun kelak setelah ajal. Rahayu.......!


Tidak ada komentar: