Rahayu...!
Dasar dari laku spiritual adalah
amal perbuatan konkrit kepada sesama manusia dan alam semesta atau dimensi
habluminannas yakni perbuatan konkrit dalam kehidupan sehari-hari dengan sesama
makhluk (manusia). Amal perbuatan manusia hendaknya dilakukan secara harmonis
dan sinergis sesuai dengan kearifan (bahasa) alam. Manusia Jawa memahami bahwa
bahasa yang terdapat di dalam jagad
gumelar ini merupakan kitab suci yang penuh dengan petunjuk bahasa /
kehendak Tuhan, atau kodrat Tuhan. Sinergisme dan harmonisasi antara jagad alit dengan jagad ageng dipahami sebagai sikap tunduk dan taat manusia
(manembah) kepada Sang Pencipta Gusti Ingkang Akarya Jagad (Tuhan Pencipta
Alam).
Dalam upaya memahami lebijaksanaan
alam/kebijaksanaan Tuhan yang tergelar di jagad raya ini antara lain lahirlah
rangkaian nilai, yang menjadi pandangan atau filsafat hidup seperti misalnya Hasta
Brata. Hasil dari mencermati bahasa alam, dan kehendak Tuhan yang
terangkum dalam gerak-gerik fenomena alam, meretas ke dalam perangkat nilai
yang kemudian diistilahkan sebagai filsafat hidup, nilai-nilai kebudayaan,
tradisi, dan ritual yang banyak sekali mengandung nilai-nilai kearifan lokal
yang adiluhung. Bila manusia mampu menata perilaku hidupnya seperti halnya
perilaku alam yang penuh kebijaksanaan ia akan menemukan rasa sejati dalam
pengembaraan sukma. Secara konkrit dapat saya jelaskan bagaimana manusia
melakukan sinergisme dan harmonisasi dengan alam semesta (jagad gumelar)
misalnya:
1. Alam
tempat kita hidup ini, sungguh tak pernah mengeluh, selalu bersedia memberikan
kebutuhan manusia untuk melangsungkan kehidupan. Maka konsep manusia mempercayai
bahwa Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang. Hal ini menuntut konsistensi perbuatan
kita hendaknya memiliki sikap welas asih, tepa selira, saling asah asih asuh,
terhadap sesama manusia dan seluruh makhluk hidup tanpa pandang bulu atau pilih
kasih. Manusia hendaknya memahami, menjaga, melindungi dan melestarikan tidak
hanya kepada makhluk hidup namun termasuk benda tidak hidup di bumi ini yang
meliputi sungai, lautan, gunung, daratan, dan hutan, dst. Sebaliknya sikap
disharmoni dan a-sinergi, tampak pada sebagian manusia yang dengan dalih apapun
ingin mencelakai orang lain, membunuh, memfitnah, menyakiti hati. Atau manusia
memanfaatkan sumber daya alam secara liar, tidak terkendali, bahkan melakukan
eksploitasi alam hingga menyebabkan kerusakan hutan, pencemaran air sungai dan
laut, polusi udara. Semua itu merupakan sikap kontradiktori terhadap kodrat /
hukum alam, atau kodrat Tuhan. Artinya perilaku manusia demikian menjadi tidak
sinergis dan harmonis dengan alam semesta. Akibatnya adalah bencana alam,
musibah kemanusiaan, wabah penyakit (endemi), paceklik, salah musim, siklus
cuaca yang kacau, global warming. Rahayu...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar