Rahayu.....!
Celakanya, kristalisasi nilai
kebudayaan yang keras yang berasimilasi ke dalam nilai-nilai agama atau
falsafah hidup suatu masyarakat, di kemudian hari akan sangat berbahaya menjadi
doktrin kebenaran apabila hanya dipahami secara tektual/teks-book. Itulah salah
satu alasan mengapa mempelajari agama harus disesuaikan dengan konteks zamannya
atau dipahami secara kontekstual. Terlebih lagi apabila nilai-nilai tersebut
diekspor ke masyarakat lain yang memiliki karakter berbeda. Akan beresiko
terjadi disharmoni dan anti-sinergisme dengan lingkungan alamnya. Masyakarat
lokal (origin/pribumi) akan teralienasi oleh nilai imitasi impor yang pada
gilirannya justru menghilangkan kesadaran tertinggi jati diri, yakni kesadaran
rahsa sejati. Ujung dari semua itu, adalah masyarakat yang terombang ambing
kehilangan jati diri, tidak mengenali karakter alam sekitarnya, serba salah
langkah, dan salah kaprah dalam mengambil kebijaksanaan. Maka kemurkaan alamlah
yang terjadi.
Banyak cara dapat ditempuh untuk
mewujudkannya misalnya dengan laku spiritual biasa disebut sebagai laku
prihatin (perih karasa ing batin).
Cara-cara lainnya misalnya dengan berbagai ritual tradisi dan kebudayaan. Dalam
mistik Kejawen atau falsafah hidup Jawa semua itu dapat dimaknai sebagai laku
kebatinan (rohaniah). Tujuan dari semua itu tidak lain sebagai upaya menggapai
kesadaran tinggi yakni kesadaran rahsa sejati. Kesadaran rahsa sejati menjadi
pemandu yang efektif dalam manembah kepada Tuhan YME.
Pencapaian kesadaran tinggi bukanlah
bersifat instan, hanya dengan ritual-ritual misalnya puasa, dan dengan
rapalan-rapalan atau wirid saja. Lebih utama dari semua itu adalah amalannya
atau laku perbuatan konkrit (manifestasi) dalam menjalani kehidupan
sehari-hari. Manusia Jawa memahami bahwa lakutama atau perilaku utama (baik dan
mulia) berupa manifestasi perbuatan terhadap sesama makhluk, baik terhadap
sesama manusia maupun makhluk lainnya (termasuk alam semesta). Lakutama
merupakan jalan utama menuju panembahan kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Atau
dapat dianalogikan bahwa habluminannas (dimensi horizontal) merupakan jalan
utama menggapai habluminallah (dimensi vertikal). Rahayu.....!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar